Cari Blog Ini

Sabtu, 06 Juni 2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CHOLELITHIASIS

BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.
Angka kejadian cholelithiasis dan saluran empedu umum ditemukan, bahkan dapat membutuhkan tindakan pembedahan dan dapat mengancam jiwa. Penyakit ini berhubungan dengan inflamasi kalkuli. Pada banyak kasus, penyakit saluran empedu dan kandung empedu terjadi pada usia pertengahan. Usia antara 20-50 tahun , enam kali lipat tetapi insidensi antara laki-laki dan perempuan sama di atas usia 50 tahun.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).

B.       TUJUAN
a.    Tujuan Umum
Untuk mengetahui penyebab cholethiasis, tanda gejala, patofisiologi, penatalaksanaan serta masalah keperawatan yang muncul pada kasus cholelithiasis
b.    Tujuan Khusus
1.       Agar mahasiswa mengetahui dan memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan pada Kolelitiasis.
2.       Meningkatkan kemampuan dalam penulisan asuhan keperawatan



BAB II
KONSEP DASAR

A.      PENGERTIAN
Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu.
Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.
Cholelithiasis adalah adanya batu di saluran kandung empedu atau empedu: ''kole-''berarti "empedu",''Lithia''berarti "batu", dan-sis''''berarti "proses".sebuah ukuran batu empedu bisa bervariasi dan dapat sekecil butiran pasir atau sebagai besar sebagai bola golf.

B.       ETIOLOGI
1.         Kecenderungan keturunan dalam keluarga ( kebiasaan mengkonsumsi kolesterol yang berlebihan
2.         Kegemukan ( mungkin disebabkan kelainan metabolisme lemak)
3.         Kehamilan (obat estrogn), pil KB (perubahan hormone dan pelambatan kontraksi otot kandung empedu. Menyebabkan penurunan kecepatan pengososngan kandung empedu) angka kejadian meningkat pada wanita yang hamil berulang.
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein. Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:
a.         Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi empedu.
Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
Ø  Infeksi kandung empedu
Ø  Usia yang bertambah
Ø  Obesitas
Ø  Wanita
Ø  Kurang makan sayur
b.         Batu pigmen empedu , ada dua macam;
Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi

C.       FAKTOR RESIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
1.         Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2.         Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3.         Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
4.         Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar  dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
5.         Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
6.         Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
 7.         Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

D.      PATOFISIOLOGI
Batu empedu terdapat di dalam kandung empedu atau dapat bergerak kearea lain dari system empedu. Pada saat pengosongan kandung empedu atau pengisian kandung empedu batu dapat pindah dan terjebak dalam leher kandung empedu. Selain leher cysticduct (saluran cyste), atau saluran empedu menyebabkan bebuntuan. Ketika empedu tidak bias mengalir dari kandung empedu. Terjadi bendungan dan iritasi lokal dari batu empedu menyebabkan radang batu empedu (cholecystitis)
 Faktor yang mendukung :
a.         Kadar kolesterol yang tinggi pada empedu
b.         Pengeluaran empedu yang berkurang
c.         Kecepatan pengosongan kandung empedu yang menurun
d.        Perubahan pada konsentrasi empedu atau bendungan empedu pada kandung empedu

E.       MANIFESTASI KLINIS
1.         Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme, menjalar ke pundak kanan atau punggung.
2.         Kandung empedu membesar dan nyeri
3.         Ikterus = Perubahan warna Kulit
4.         Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
5.         Mual dan muntah
6.         Kembung
7.         Febris (38,5°C)
8.         Beraknya warna pucat, kencing warna gelap sebagai
9.          Blumberg Signs ( kekakuan dan nyeri lenting)
10.     Berkurangnya absorbsi lemak dan vitamin yang larut di usus


F.        PENATALAKSANAAN
1.         Diet
*        Rendah lemak dalam usaha mencegah nyeri lebih lanjut.
*        Bila batu menyebabkan pembuntuan dari aliran empedu dilakuakn penggantian vitamin yang larut lemak (ADEK) dan pemberian garam empedu untuk membantu pencernaan dan absorbst vitamin.
*        Infus cairan dan makanan bila ada masalah mual-mual dan muntah .
2.         Terapi Obat
*        Analgesik/narkotik (meperidine hydrochloric/Demerol)
*        Antispasme dan anti Colinergik (prophantheline bromide / probanthine) untuk relaksasi otot polos dan menurunkan tonus dan spasme saluran empedu.
*         Antimuntah lentik mengontrol mual dan muntah.
*        Terapi asam empedu untuk melarutkan batu empedu yang kecil (chenodiol)
*        Cholesteramine untuk menurunkan gatal yang sangat karena penumpukan berlebihan empedu pada kulit.
3.         ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotherapy)
4.         Colecystectomy: Bedah pengambilan batu empedu

G.      KOMPLIKASI COLECYSTEKTOMY
Penghapusan kandung empedu ( kolesistektomi ) adalah prosedur yang relatif cepat dan aman, tetapi , seperti semua operasi , ada risiko kecil komplikasi .
1.      Infeksi
Infeksi dapat terjadi setelah jenis operasi perut dan terjadi pada sekitar 1 di 15 cholecystectomies . Kedua infeksi luka sederhana dan infeksi dalam perut Anda dapat diobati dengan kursus singkat antibiotik .
2.      Risiko dari anestesi umum
Ada beberapa komplikasi serius yang berhubungan dengan memiliki anestesi umum , tetapi ini sangat jarang . Komplikasi termasuk reaksi alergi dan kematian . Menjadi bugar dan sehat sebelum operasi Anda mengurangi risiko komplikasi yang terjadi
3.      Pendarahan (Bleeding)
Perdarahan dapat terjadi setelah operasi Anda , meskipun hal ini jarang terjadi . Jika perdarahan tidak terjadi, itu mungkin memerlukan operasi lebih lanjut melalui bekas luka lubang kunci yang sama seperti operasi pertama Anda .

4.      Kebocoran empedu (Bile Leakage)
Ketika kantong empedu dihapus , klip khusus digunakan untuk menutup tabung yang menghubungkan kandung empedu ke saluran empedu utama , menguras hati . Namun ,cairan empedu kadang-kadang bisa bocor keluar .Kadang-kadang cairan ini dapat dikeringkan . Dalam kasus yang jarang terjadi , operasi diperlukan untuk mengalirkan empedu dan membersihkan bagian dalam rongga perut. Kebocoran empedu terjadi pada sekitar 1-2 % kasus .
5.      Cedera pada saluran empedu
Komplikasi yang paling serius dari operasi kandung empedu adalah cedera pada saluran empedu , yang terjadi pada sekitar 1 dari 500 kasus . Jika saluran empedu terluka selama operasi , dimungkinkan untuk memperbaikinya langsung . Dalam beberapa kasus , operasi korektif yang kompleks dan besar diperlukan setelah operasi asli Anda .
6.      Cedera usus , usus dan pembuluh darah
Instrumen lubang kunci yang digunakan untuk menghapus kantong empedu dapat melukai sekitar struktur , seperti usus , usus dan pembuluh darah . Risiko meningkat jika kandung empedu meradang .
Jenis cedera jarang terjadi dan biasanya dapat diperbaiki pada saat operasi . Kadang-kadang cedera adalah melihat setelah itu dan operasi lebih lanjut diperlukan .
7.      Sindrom pasca - kolesistektomi
Sekitar satu dari tujuh orang akan mengalami gejala yang mirip dengan - meskipun biasanya jauh lebih ringan - yang disebabkan oleh batu empedu setelah operasi , seperti :
a.    sakit perut
b.    gangguan pencernaan
c.    diare
d.   menguning mata dan kulit ( jaundice )
e.    suhu tinggi ( demam ) dari 38 ° C ( 100,4 ° F ) atau di atas
Hal ini dikenal sebagai sindrom pasca - kolesistektomi ( PCS ) . PCS tetap kondisi kurang dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh gerakan empedu diubah melalui tubuh . Misalnya , empedu dapat bocor ke dalam perut , menyebabkan iritasi .
Beberapa kasus PCS mungkin merupakan hasil dari batu masih terjebak dalam saluran empedu
Dalam kebanyakan kasus gejalanya ringan dan singkat , tetapi sekitar satu dari tiga kasus gejalanya menetap selama berbulan-bulan . Jika Anda memiliki gejala persisten ,Anda harus menghubungi dokter Anda untuk meminta nasihat. Salah satu pilihan adalah untuk melaksanakan retrograde cholangiopancreatography endoskopi ( ERCP ) untuk memeriksa setiap batu empedu yang tersisa .
Ada juga obat-obatan , seperti antasida , inhibitor pompa proton dan loperamide , yang dapat digunakan untuk membantu meringankan gejala seperti sakit perut , gangguan pencernaan dan diare .
 
H.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes laboratorium :
1.      Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
2.      Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
3.      Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4.      Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt).
5.      USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)
6.      Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
7.      PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
8.      Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar.
9.      CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu, obstruksi/obstruksi joundice.
10.  Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada saluran atau pembesaran pada gallblader.






I.         PATHWAYS
Rounded Rectangle: F hormon esterogen meningkatRounded Rectangle: Penumpukan pigmen yang tidak terkonjungasiRounded Rectangle: infeksiRounded Rectangle: Penumpukan kolesterol di empedu                                               

Rounded Rectangle: perubahan susunan kimia Rounded Rectangle: inflamasi kandung empedu Rounded Rectangle: pemecahan kolesterol menurun
Rounded Rectangle: pengendapan
 



Rounded Rectangle: Pengosongan lambung cepatRounded Rectangle: Peningkatan HCLRounded Rectangle: Kulit dan membrane mukosa menjadi kuningRounded Rectangle: Bilirubin meningkatRounded Rectangle: Gangguan rasa nyaman : NyeriRounded Rectangle: Fundus empedu menyentuh dinding empeduRounded Rectangle: empedu tidakmengalir di kandung empeduRounded Rectangle: perlambatan pengosongan kandung empeduRounded Rectangle: absorpsi empedu terganggu Rounded Rectangle: endapan                                                                                                               




 




            PRE OPERASI                                           POST OPERASI
Rounded Rectangle: aliran balik bilirubin ke pembuluh darah
Rounded Rectangle: Akumulasi bilirubin dalam darah
 
J.         PENGKAJIAN
1.    Aktivitas dan istirahat:
a.    Subyektif : kelemahan
b.    Obyektif  : kelelahan
2.    Sirkulasi :
a.    Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
3.    Eliminasi :
a.    Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
b.     Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine pekat .
4.    Makan / minum (cairan)
Subyektif :  
Ø   Anoreksia, Nausea/vomit.
Ø   Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
Ø   Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
Ø   Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
Ø   Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
Obyektif :
Ø   Kegemukan.
Ø   Kehilangan berat badan (kurus).
5.    Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :
ü   Nyeri abdomen menjalar  ke punggung sampai ke bahu.
ü   Nyeri apigastrium setelah makan.
ü   Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
Obyektif :
Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini
 dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
6.    Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
7.    Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan (defisiensi Vit K ).
8.    Pemeriksaan Penunjang
a.    SGOT, LDL (Low Density Lipoprotein) meningkat
b.    Bilurubin direk dan indirek meningkat bila terjadi obstruksi (pembuntuan)
c.    Lekosit meningkat sebagai tanda radang.
d.   Bila ada keterlibatan pancreas, emylase darah dan amylase urin meningkat.
e.    Amylase adalah : suatu enzim pencernaan yang diproduksi oleh pankreas.
f.     Rontgen
g.    Oral cholecystogram
h.    MRI
i.      CT Scan
j.      USG : adalah yang paling sensitive atau spesifik dan invasive dan tidak mahal. Untuk mendeteksi batu empedu.
k.    ERCP membutuhkan pemeriksaan pada saluran empedu dalam prosedur ini sebuah alat endoscopy dimasukkan melalui duodenum dan papilla vater, cairan kontras radiopague dimassukkan pada saluran empedu memunculkan bayangan kontras pada X-Ray. Batu pada empedu meuncul sebagai Filling defects (batunya) pada saluran yang putih (opak) sekarang ERCP biasanya digunakan bersama-sama dengan ERS (endoscopic retrograde sphincteromy) dan pengeluaran batu empedu.

K.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.         Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi, iskemia jaringan / nekrisis
2.         Gangguan integritas kulit berhubungan dengan substansi kimia, bilirubin meningkat
3.         Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan pencernaan lemak, mual muntah, dispepsia, nyeri
4.         Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan keluarnya cairan empedu

L.       INTERVENSI
1.         Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi, iskemia jaringan / nekrisis
Tujuan : Nyeri terkontrol, teradaptasi
Kriteria hasil :
-       Penurunan respon terhadap nyeri (ekspresi)
-       Laporan nyeri terkontrol
Rencana intervensi :
a.       Observasi catat lokasi, tingkat dan karakter nyeri
b.      Catat respon terhadap obat nyeri
c.       Tingkatkan tirah baring (fowler) / posisi yang nyaman
d.      Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam)
e.       Ciptakan lingkungan yang nyaman (turunkan suhu ruangan)
f.       Kompres hangat
g.       Kolaborasi dengan TIM medis pemberian :
ü  Antibiotik
ü  Analgetik
ü  Sedatif
ü  Relaksasi otot halus

2.         Gangguan integritas kulit berhubungan dengan substansi kimia, bilirubin meningkat
Kriteria hasil :
-          Tidak ada luka/ lesi pada kulit
-          Menunujukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit
  Rencana intervensi :
a.    Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
b.    Hindari kerutan pada tempat tidur
c.    Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d.   Monitor kulit adanya kemerahan
e.    Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik, warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik

3.         Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan pencernaan lemak, mual muntah, dispepsia, nyeri
Tujuan : Menunjukkan kestabilan BB
Kriteria hasil : BB stabil, laporan tidak mual muntah
Rencana intervensi :
a.    Kaji perkiraan kebutuhan kalori tubuh
b.    Timbang BB sesuai indikasi
c.    Diskusi menu yang disukai dan ditoleransi
d.   Anjurkan gosok gigi sebelum atau sesudah makan
e.    Konsultasi pada ahli gizi untuk menetapkan diit yang tepat
f.     Anjurkan mengurangi makan na berlemak dan menghasilkan gas
g.    Kaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak gerak

4.         Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan keluarnya cairan empedu
Kriteria hasil :
Ø  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Ø  Jumlah leukosit dalam batas normal
  Rencana intervensi :
a.         Kaji tanda dan gejala infeksi
b.        Monitor pemeriksaan leukosit
c.         Monitor suhu badan setiap 4 jam
d.        Pertahankan teknik aseptif
e.         Dorong masukan cairan
f.         Kolaborasi pemberian antibiotik






BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.      PENGKAJIAN
Nama Mahasiswa             :  Lukman Febrianto
Tanggal Pengkajian          :  17 Desember 2014
Tanggal Masuk                 :  6 Desember 2014
No. RM                            :  C510150

         I.          Identitas Pasien
Nama                           : Ny. S
Umur                           : 50 tahun
Agama                         : Islam
Pendidikan                  : SD
Suku                            : Jawa
Bangsa                         : Indonesia
Alamat                         : Margamulya RT 3/ 1 Kec. Kedungbanteng, Kab. Tegal
Diagnosa medis           : Cholelithiasis dengan bile leakage post colecystectomy

Identitas Penanggung Jawab
Nama                           : Tn. K
            Umur                           : 28 tahun
            Alamat                         : Margamulya RT 3/ 1 Kec. Kedungbanteng, Kab. Tegal
            Pekerjaan                     : -
            Hub. dengan  pasien    : Anak pasien

      II.          Riwayat Kesehatan
1.         Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada perut bekas operasi
2.         Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan ± 2 minggu SMRS pasien mengeluh badan kuning, mata kuning, nyeri perut, lalu pasien dibawa ke RSUD Soesilo Slawi dengan diagnosa batu empedu (berdasarkan USG abdomen). Setelah itu dilakukan operasi pengangkatan kantung empedu (22/11/2014). Setelah 2 minggu, selang drain keluar cairan berwarna kuning kehijauan. Pagi harinya pasien dirujuk ke RSUP Dr Kariadi Semarang. Saat ini pasien mengeluh nyeri pada perut bekas operasi. Nyeri diperberat bila bergerak dan berkurang bila istirahat. Nyeri dirasakan hilang timbul. Skala Nyeri 2. Nyeri seperti cekot-cekot.
3.         Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan sebelum sakit seperti sekarang, pasien sering mengkonsumsi makanan berlemak seperti gorengan. Hal ini diperberat karena pasien juga jarang mengkonsumsi sayuran. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes melitus. Pasien juga baru sudah 3 kali dirawat di RS dengan penyakit yang sama seperti yang dialami sekarang.
4.         Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat keturunan seperti kencing manis dan hipertensi.

   III.          Pola Fungsi Kesehatan
1.         Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Sebelum sakit       : Pasien mengatakan dirinya jarang mengecek kesehatannya.
                                pasien baru mau mengontrol kesehatannya jika penyakitnya
                                sudah mulai parah
Selama sakit         : Pasien akan lebih menjaga kesehatannya
2.         Pola Nutrisi dan Metabolik
Sebelum sakit       : Pasien mengatakan makan sehari 3 kali dengan menu nasi,
                               lauk dan jarang makan sayur. Makan habis1 porsi.
                               Minum 6-7 gelas/hari
Selama sakit         : Pasien mengatakan makan sehari 3 kali dengan menu bubur,
                               lauk, sayur dan buah. Makan hanya habis ½ porsi.
                               Minum 5-6 gelashari.
3.         Pola Eliminasi
Sebelum sakit       : Pasien mengatakan BAK 3-4 kali/ hari dengan warna kuning,
                                bau khas, dan tidak ada keluhan saat BAK. BAB 2 kali/hari
                                dengan konsistensi lembek, bau khas, warna kuning.
Selama sakit         : Pasien mengatakan BAK 4-5 kali/ hari dengan warna kuning
                                kuning, bau khas, pancaran lemah. Pasien sudah 1 hari ini
                                belum BAB.
4.         PolaAktivitas
Sebelum sakit       : Pasien mengatakan aktivitasnya dilakukan secara mandiri
Selama sakit         : Pasien hanya bedrest dan jika ingin ke toilet dibantu oleh
                                keluarga
5.         Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit       : Pasien mengatakan tidur malam ± 5-6 jam. Jarang tidur siang.  
                               Tidak ada keluhan saat tidur
Selama sakit         : Pasien mengatakan tidur malam ± 3-4 jam. Tidur siang ± 1-2 
                                jam setelah makan siang
6.         Pola Sensori dan Kognitif
Sebelum sakit       : Pasien tidak mengalami gangguan seperti penglihatan,
                               pendengaran,dll
Selama sakit         : Pasien hanya mengeluh nyeri pada perut bekas operasi
7.         Pola Hubungan dengan orang lain
Sebelum sakit       : Pasien berkomunikasi dengan keluarga dan lingkungan sekitar
                               dengan baik
Selama sakit         : Pasien hanya berkomunikasi dengan keluarga karena pasien
                                dirawat di RS
8.         Pola Reproduksi dan Seksual
Sebelum sakit       : Pasien tidak ada gangguan pada pola seksualnya
Selama sakit         : Pasien tidak bisa memenuhi kewajiban sebagai seorang istri
                                karena terbaring lemah di RS
9.         Pola Persepsi dan Konsep Diri
Sebelum sakit       : Status emosional, fungsional dan konsep diri baik
Selama sakit         : -  Pasien terbaring lemah
-       Identitas diri : pasien biasa beraktivitas secara mandiri dan bekerja
-       Peran : Pasien tidak bisa memenuhi kewajiban sebagai istri dan bekerja mencari nafkah
10.     Pola Mekanisme Koping
Sebelum sakit       : Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah mengalami
                                penyakit yang parah. Jika ada keluhan yang dialami dirinya
                              pasien selalu membicarakan dengan keluarganya terutama 
                             suaminya.
Selama sakit         : Pasien baru pertama kali mengalami sakit yang parah seperti
                               sekarang ini. Pasien selalu mengeluh nyeri pada luka  bekas  
                               operasi dan pasien hanya bisa pasrah dan bersedia mengikuti
                              prosedur tindakan yang dilakukan perawat/dokter dalam upaya
                             untuk kesembuhan dirinya.
11.     Pola Nilai Keyakinan
Sebelum sakit       : Pasien solat 5 waktu dalam sehari
Selama sakit         : Pasien hanya bisa berdoa agar penyakitnya bisa segera
                                sembuh

   IV.          Pemeriksaan Fisik
1.         Tingkat kesadaran            : Compos mentis (E4V5M6)
Kesadaran umum             : lemah
2.         Vital Sign
TD            : 140/90 mmHg           Suhu    : 38°C
RR            : 18 kali/ menit            Nadi    : 86 kali/ menit
3.         Antropometri
Tinggi badan                    : 164 cm          IMT =    BB    =           50           = 18,65
BB sebelum sakit             : 60 Kg                      (TB x TB)  (1,64 x 1,64)
BB selama sakit               : 50 Kg
Penurunan BB                     10 Kg

Interpretasi :         IMT                             Kategori
                           < 18,5                            BB Kurang
                        18,5 – 22,9                       BB normal (ideal)
                             ≥ 23,0                          Kelebihan BB
4.         Pemeriksaan Kepala
Bentuk     : Mesochepal
Rambut    : Hitam lurus beruban
Mata         : Kemampuan penglihatan baik, konjungtiva non anemis
Hidung     : Bersih, tidak ada polip
Telinga     : Kemampuan pendengaran baik, tidak ada serumen
Mulut       : Selaput mukosa baik, bibir lembab

5.         Pemeriksaan Paru
Inspeksi                : Simetris, tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Palpasi                  : Taktil fremitus sama kanan-kiri
Perkusi                 : Sonor
Auskultasi            : Vesikuler      
6.         Pemeriksaan Jantung
Inspeksi                : Simetris, ictus cordis tak tampak
Palpasi                  : Ictus cordis tak teraba, tidak ada pembesaran jantung
Perkusi                 : Pekak
Auskultasi            : Suara murni batas jantung I-II
7.         Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi                : Simetris, terdapat luka post operasi
Auskultasi            : Bising usus 14 kali/ menit
Palpasi                  : Terdapat nyeri tekan pada kuadran 1
Perkusi                 : Tympani
8.         Ekstremitas
Atas                      : Terpasang selang infus D5+1/2 NS 20 tpm, skala kekuatan
                                otot 5, kebersihan kuku terjaga
Bawah                  :  Skala kekuatan otot 5, kebersihan kuku terjaga

      V.          Therapi
1.    Infus D5+1/2 NS                20 tpm
2.    Cefadroxil                          2 x 500 mg
3.    Paracetamol                        3 x 500 mg
4.    Asam Traneksamat             3 x 500 mg

   VI.          Pemeriksaan Laboratorium
1.         Hematologi Paket ( 11/12/2014)
Pemeriksaan                     Hasil                Nilai Rujukan              keterangan
a.       Hemoglobin                     10,3 g/dl          12,00 – 15,00                   L
b.      Hematokrit                       29,9 %                  35 – 47                        L
c.       Eritrosit                            3,5 10ˆ6/uL          4,4 – 5,9                      L
d.      MCH                                29,5 pg            27,00 – 32,00
e.       MCV                                85, 7 fL                76 – 96
f.       MCHC                             34,4 g/dl            29,00 – 36,00
g.      Leukosit                           15,9 10ˆ3/uL         3,6 – 11                     H
h.      Trombosit                         588 10ˆ3/uL        150 – 400                    H
i.        RDW                                15,7 %             11,60 – 14,80                 H
j.        MPV                                8,9 fL                4,00 – 11,00

2.         Kimia Klinik (16/12/2014)
Albumin                           3,7 g/dl            3,4 – 5,0

VII.          Pemeriksaan Radiologi
1.         X foto thoraks AP (Asimetris)  / 11 Desember 2014
Klinis        : Post Cholecystectomy
COR         : Bentuk dan corakan normal
Pulmo       : -   Corakan vesikuler meningkat
-       Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru
-       Tampak opasitas bentuk linier pada lapangan paru kanan
                   Kesan       : -  COR tampak membesar
-       Pulmo tak tampak infiltrat
-       Opasitas bentuk linier pada lapangan bawah paru kanan         curiga plate like atelektasis
-       Efusi pleura kanan
-       Diafragma kanan letak tinggi












ANALISA DATA
No
Data Fokus
Masalah
Etiologi
1.
Ds : - Pasien mengatakan nyeri pada perut post operasi.
          Nyeri diperberat bila bergerak dan berkurang bila
          istirahat. Nyeri dirasakan hilang timbul
-       Pasien mengatakan nyeri seperti cekot-cekot. skala nyeri 2
Do : - Pasien tampak menahan sakit
-       Terdapat luka bekas operasi
-       TD = 140/90 mmHg     Suhu = 38°C
Nadi = 86 kali/m          RR = 18 kali/menit
Nyeri
Luka post operasi
2.
Ds : - Pasien mengatakan badannya terasa panas
-  Pasien mengatakan merasakan nyeri pada luka post operasi
Do : -  Suhu badan 38°C
-       Leukosit 15,9 10ˆ3/uL
-       Terjadi bile lekage post colecystectomy
Resiko tinggi infeksi
Port de entry
3.
Ds : - Pasien mengatakan makan hanya habis ½ porsi
-       Pasien mengatakan tidak nafsu makan
Do : - BB sebelumnya 60 kg   Tinggi badan : 164 cm
          BB sekarang 50 kg
-        IMT = 18,65
-       Albumin 3,7 g/dl, Hemoglobin 10,3 g/dl (L) , hematokrit 29,9 % (L)
-       Diit yang diperoleh adalah diit biasa (Nasi, lauk, sayur dan buah)
Resiko kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Intake makan tidak adekuat

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.             Nyeri berhubungan dengan luka post operasi
2.             Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry
3.             Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makan tidak adekuat
    
INTERVENSI

Hari/tgl/jam
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
TTD
Rabu, 17 Desember 2014
Nyeri berhubungan dengan luka post operasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah teratasi dengan KH :
-    Mampu mengontrol nyeri
-    Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
-    TTV dalam rentang normal
1.     Kaji nyeri secara komprehensif
2.     Kaji koping terhadap nyeri
3.     Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
4.     Ajarkan teknik non farmakologi :
a.    Relaksasi distraksi
b.    Nafas dalam
c.    Kompres hangat/dingin
5.     Tingkatkan istirahat
6.     Monitor vital sign
7.     Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik

Lukman
Rabu, 17 Desember 2014
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah teratasi dengan KH :
-    Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
-    Jumlah leukosit dalam batas normal
1.    Kaji tanda gejala infeksi
2.    Kaji suhu badan klien tiap 4 jam
3.    Observasi pemeriksaan leukosit
4.    Observasi keadaan luka
5.    Lakukan perawatan luka
6.    Dorong masukan cairan
7.    Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik

Lukman
Rabu, 17 Desember 2014
Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makan tidak adekuat

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah teratasi dengan KH :
-      Nafsu makan meningkat
-      Makan habis 1 porsi
-      BB ideal
1.    Kaji adanya alergi makanan
2.    Monitor adanya penurunan BB
3.    Monitor intake nutrisi
4.    Monitor tugor kulit
5.    Monitor mual muntah
6.    Anjurkan banyak minum
7.    Kolaborasi dengan dokter pemberian antiemetik (bila mual muntah)

Lukman



IMPLEMENTASI

Hari/tgl/jam
No.
Dx
Implementasi
Respon Klien
TTD
Rabu, 17 Desember 2014

Pukul 11.00





Pukul 11.15





Pukul 11.20



Pukul 11.30

Pukul 12.00

Pukul 12.15


Pukul 13.00



Pukul 13.10


Pukul 13.15


1
1.     Mengkaji nyeri secara komprehensif







2.     Mengkaji koping terhadap nyeri





3.     Memonitor vital sign
Ds : - Pasien mengatakan nyeri pada perut
          post operasi. Nyeri diperberat bila
          bergerak dan berkurang bila istirahat.
          Nyeri dirasakan hilang timbul
-     Pasien mengatakan nyeri seperti cekot-cekot. skala nyeri 2
Do : Pasien tampak menahan sakit

Ds : Pasien mengatakan ingin nyerinya segera
       sembuh
Do : Pasien bersedia mengikuti prosedur
        tindakan yang dilakukan terutama
        managemen nyeri dengan non
        farmakologi untuk mngurangi rasa
         nyerinya
Ds : -
Do : TD = 140/90 mmHg  RR = 18 kali/m
        Nadi = 86 kali/m       Suhu = 38°C



Lukman
2
1.     Mengkaji tanda gejala infeksi

2.     Mengkaji suhu badan klien
3.     Mengobservasi pemeriksaan leukosit

4.     Berkolaborasi dengan dokter pemberian obat antipiretik
Ds : Pasien mengatakan nyeri pada luka
        bekas operasi
Do : Terdapat luka post colecystectomy
Ds : -
Do : Suhu badan 38 ° C
Ds :
Do : Leukosit 15,9 10ˆ3/uL (Pemeriksaan lab
         tgl 11/12/2014)
Ds : -
Do: Pasien diberi obat paracetamol (PO)
3
1.     Memonitor adanya penurunan BB

2.     Memonitor intake nutrisi
Ds : Pasien mengatakan BB sebelum sakit 60
         Kg dan Tinggi badan 164 cm
Do : BB sekarang 50 kg
Ds : Pasien mengatakan makan hanya habis ½
         Porsi
Do : Nafsu makan pasien tampak berkurang
Kamis, 18 Desember 2014
Pukul 10.00

Pukul 10.30

Pukul 10.45

Pukul 10.50


Pukul 11.00
1
1.     Mengkaji nyeri secara komprehensif

2.     Memonitor vital sign
Ds : Pasien mengatakan masih merasakan
        nyeri dibagian perutnya. skala nyeri 2
Do : pasien tampak menahan sakit
Ds : -
Do : TD = 130/90 mmHg  Suhu = 37,5 °C
        Nadi = 90 kali/menit  RR = 20 kali/menit


Lukman
2
1.     Mengkaji tanda gejala infeksi

2.     Melakukan perawatan luka

Ds : Pasien mengatakan nyeri pada luka
        bekas operasi
Do : Terdapat luka post colecystectomy
Ds : -
Do : Luka pasien sudah terlihat kering, tidak
         terlihat kemerahan dan bengkak.
3
1.    Memonitor intake nutrisi
Ds : Pasien mengatakan puasa sejak pagi hari
Do : Pasien rencana operasi rekonstruksi
         bilier pukul 12.00 WIB
Jumat, 19 Desember 2014

Pukul 17.00


Pukul 17.25


Pukul 18.30




Pukul 18.45


Pukul 18.55


Pukul 19.10




Pukul 20.00
1
1.    Mengkaji nyeri secara komprehensif



2.    Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam



3.    Memonitor vital sign
Ds : Pasien mengatakan nyeri pada luka post
        operasi (rekonstruksi bilier). Nyeri
        dirasakan secara terus menerus. Nyeri
        seperti ditusuk-tusuk. Skala nyeri 5
Do : Pasien tampak merintih kesakitan
Ds : Pasien mengatakan dahulu pernah
        diajarkan teknik nafas dalam
Do : Gerakan pasien saat nafas dalam salah
        dan pasien diajarkan cara teknik nafas
        dalam yang benar
Ds : -
Do : TD = 120/70 mmHg   Suhu = 38,5 °C
        Nadi = 90 kali/menit  RR = 24 kali/menit



Lukman
2
1.    Mengkaji tanda gejala infeksi


2.    Mengkaji suhu badan setiap 4 jam

3.    Berkolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik atau antipiretik
Ds : Pasien mengatakan nyeri pada luka
        bekas operasi
Do : Terdapat luka bekas operasi laparatomi
         rekonstruksi bilier
Ds : Pasien mengatakan badannya terasa
         menggigil
Do : Suhu badan 38,5 °C
Ds : -
Do : Pasien mendapat paracetamol infus 1000
         mg
3
1.    Memonitor intake nutrisi
Ds : Pasien mengatakan hanya minum air
        manis saja
Do : Sementara pasien hanya mendapat diit
        air gula















EVALUASI

Hari/tgl/jam
No.
Dx
Evaluasi
TTD
Rabu, 17 Desember 2014
1
S : - Pasien mengatakan nyeri pada perut  post operasi. Nyeri diperberat
       bila bergerak dan berkurang bila istirahat.Nyeri dirasakan hilang
       timbul
-  Pasien mengatakan nyeri seperti cekot-cekot. skala nyeri 2
-  Pasien mengatakan ingin nyerinya segera
       sembuh
O :  -   Pasien tampak menahan sakit
-       Pasien bersedia mengikuti prosedur tindakan yang dilakukan
terutama managemen nyeri dengan non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyerinya
-       TD = 140/90 mmHg  RR = 18 kali/m
     Nadi = 86 kali/m       Suhu = 38°C
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : Kaji nyeri, monitor vital sign


Lukman
2
S : Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi
O : - Terdapat luka post colecystectomy
-       Suhu badan 38 ° C
-       Leukosit 15,9 10ˆ3/uL (Pemeriksaan lab tgl 11/12/2014)
-       Pasien diberi obat paracetamol (PO)
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : Kaji tanda gejala infeksi, lakukan perawatan
      luka
3
S : - Pasien mengatakan BB sebelum sakit 60kg & Tinggi badan 164 cm
-  Pasien mengatakan makan hanya habis ½ porsi
O : - BB sekarang 50 kg
-  Nafsu makan pasien tampak berkurang
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : monitor intake nutrisi
Kamis, 18 Desember 2014
1
S : Pasien mengatakan masih merasakan  nyeri dibagian perutnya. skala
      nyeri 2
O : - Pasien tampak menahan sakit
-       TD = 130/90 mmHg  Suhu = 37,5 °C
          Nadi = 90 kali/menit  RR = 20 kali/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : Lakukan managemen nyeri



Lukman
2
S : Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi
O : - Terdapat luka post colecystectomy
-  Luka pasien sudah terlihat kering, tidak terlihat kemerahan dan bengkak.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi : Kaji tanda gejala infeksi, monitor suhu badan,
       observasi leukosit
3
S : Pasien mengatakan puasa sejak pagi hari
O : Pasien rencana operasi rekonstruksi bilier pukul 12.00 WIB
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : Monitor intake nutrisi
Jumat, 19 Desember 2014
1
S : - Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi (rekonstruksi
        bilier). Nyeri dirasakan secara terus menerus. Nyeri seperti ditusuk-
         tusuk. Skala nyeri 5
-       Pasien mengatakan dahulu pernah diajarkan teknik nafas dalam
O : - Pasien tampak merintih kesakitan
-  Gerakan pasien saat nafas dalam salah dan pasien diajarkan cara
 teknik nafas dalam yang benar
-       TD = 120/70 mmHg   Suhu = 38,5 °C
           Nadi = 90 kali/menit  RR = 24 kali/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Motivasi klien untuk selalu melakukan nafas dalam jika nyerinya
      kembali kambuh


Lukman
2
S : -  Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi
-  Pasien mengatakan badannya terasa menggigil
O : - Terdapat luka bekas operasi laparatomi rekonstruksi bilier
-  Suhu badan 38,5 °C
-  Pasien mendapat paracetamol infus 1000 mg
A : Masalah belum teratasi
P : Lakukan monitoring suhu badan,leukosit serta tanda gejala infeksi
3
S : Pasien mengatakan hanya minum air manis saja
O : Sementara pasien hanya mendapat diit air gula
A : Masalah belum teratasi
P : Monitoring KU dan intake makan


























BAB IV
TELAAH JURNAL EVIDENCE BASED

“ PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI DIRUMAH SAKIT DR. M.YUNUS BENGKULU “
A.      Identitas Klien
Nama                    : Ny. S
Umur                    : 50 tahun
Tanggal masuk     : 6 Desember 2014
Pekerjaan              : Petani
Agama                  : Islam
Alamat                 : Margamulya RT 3/ 1 Kec. Kedungbanteng, Kab. Tegal
Diagnosa Medis   : Cholelithiasis dengan bile leakage post colecystectomy

B.       Data Fokus
Ny. S dirawat di ruang Rajawali 2A RSUP Dr Kariadi Semarang dengan diagnosa medis cholelithiasis dengan bile leakage post colecystectomy. Pasien mengatakan nyeri pada perut bekas operasi ke 2 (Rekontruksi bilier). Nyeri dirasakan seperti ditusuk benda tajam. Nyeri dirasakan terus menerus. Skala nyeri 5. Nyeri diperberat bila pasien bergerak.

C.       Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan luka post operasi

D.      Analisa sintesa justifikasi/ alasan penerapan evidence based nursing practice
Batu empedu (Cholelithiasis)

Dilakukan operasi pengambilan batu empedu
(Colecystectomy)

Terjadi kebocoran empedu (Bile Leak)

Dilakukan operasi ke 2 (Rekonstruksi Bilier)
 


Distensi abdomen

         Nyeri
   Teknik relaksasi nafas dalam




























BAB V
PEMBAHASAN

Menurut The International Association for the study of pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.
            Banyak faktor fisiologis (motivasi, afektif, kognitif dan emosional) mempengaruhi pengalaman nyeri total pasien. Temuan riset telah mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana faktor-faktor persepsi, pembelajaran, kepribadian, etnik, budaya dan lingkungan dapat mempengaruhi ansietas, depresi dan nyeri. Tingkat dan keparahan nyeri pasca operasi tergantung pada anggapan fisiologi dan psikologi individu, toleransi yang ditimbulkan untuk nyeri, letak insisi, sifat prosedur, kedalaman trauma bedah dan jenis agen anestesia dan bagaimana agen tersebut diberikan. Persiapanpraoperatif yang diterima oleh pasien     (termasuk informasi tentang apa yang diperkirakan juga dukungan penenangan dan psikologis) adalah faktor yang signifikan dalam menurunkan ansietas dan bahkan nyeri yang dialami dalam periode pasca operasi (Smaltzer dan Bare, 2002).
Menurunkan nyeri sampai tingkat yang lebih ditoleransi pernah dianggap sebagai tujuan dari penatalaksanaan nyeri. Namun begitu, pasien yang menggambarkan nyerinya telah hilang sekalipun, sering melaporkan gangguan tidur dan jelas tertekan karena nyeri yang dialaminya. Dengan membayangkan efek yang membahayakan dari nyeri dan penatalaksanaan nyeri yang tidak adekuat, tujuan yang hanya membuat nyeri dapat ditoleransi telah digantikan oleh tujuan menghilangkan nyeri. Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik pendekatan farmakologi maupun non-farmakologi. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Semua intervensi akan berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih parah dan keberhasilan terbesar sering dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara simultan  (Smaltzer dan Bare, 2002).
Ketidaknyamanan atau nyeri bagaimanapun keadaanya harus diatasi, karena kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia, sebagaimana dalam Hirarki Maslow. Seseorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas sehari-hari dan istirahat serta tidurnya (Petter dan Perry, 2006). Jika nyeri tidak ditangani secara adekuat, selain menimbulkan ketidaknyamanan juga dapat mempengaruhi sistem pulmonari, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, imunologik dan stres serta dapat menyebabkan depresi dan ketidakmampuan. Ketidakmampuan ini mulai dari membatasi keikutsertaan dalam aktivitas sampai tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi seperti makan dan berpakaian (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pelaksanaan manejemen nyeri non-farmakologi di lapangan belum sepenuhnya dilakukan oleh perawat dalam mengatasi nyeri. Kebanyakan perawat melaksanakan program terapi hasil dari kolaborasi dengan dokter, diantaranya adalah pemberian analgesik yang memang mudah dan cepat dalam pelaksanaanya dibandingkan dengan penggunaan intervensi manajemen nyeri non-farmakologi. Jika dengan manajemen nyeri non-farmakologi belum juga berkurang atau hilang maka barulah diberikan analgesik. Pemberian analgesik pun harus sesuai dengan yang diresepkan dokter, karena pemberian analgesik dalam jangka panjang dapat menyebabkan pasien mengalami ketergantungan.
Pengkombinasian antara teknik non-farmakologi dan teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari (Smaltzer dan Bare, 2002). Penanganan nyeri dengan teknik non-farmakologi merupakan modal utama untuk menuju kenyamanan. Dipandang dari segi biaya dan manfaat, penggunaan manajemen non-farmakologi lebih ekonomis dan tidak ada efek sampingnya jika dibandingkan dengan penggunaan manajemen nyeri farmakologi. Selain itu juga mengurangi ketergantungan pasien terhadap obat-obatan.
Oleh karena itu, salah satu manajemen non-farmakologi adalah teknik relaksasi nafas dalam, dimana teknik relaksasi ini bermanfaat mengurangi ketegangan otot yang akan mengurangi intensitas nyeri.










BAB VI
PENUTUP

A.      SIMPULAN
Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis).
Kolesistitis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Salah satu keluhan yang paling banyak dialami oleh pasien cholelithiasis pasca pembedahan (Colecystectomy) adalah nyeri. Oleh karena itu, salah satu manajemen nyeri non-farmakologi adalah teknik relaksasi nafas dalam, dimana teknik relaksasi ini bermanfaat mengurangi ketegangan otot yang akan mengurangi intensitas nyeri.


B.       SARAN
Peran perawat dalam penanganan kolelitiasis mencegah terjadinyakolelitiasis adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk klien kolelitiasis harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan kejadian kolelitiasis











DAFTAR PUSTAKA

Agus, D dan Triyanto, 2004, Manajemen Nyeri Dalam Suatu Tatanan Tim Medis
Multidisiplin Majalah Kedokteran Atma Jaya, Januari, Vol 3, No 1
Bailey RW, Zucker KA, Flowers JL, et al. Laparoscopic cholecystectomy experience with
 375 patients. Ann Surg. 1991;234:531–41
Cushieri A, Dubois F, Mouiel J, et al. The European experience with laparoscopic
cholecystectomy. Am J Surg. 1991;161:385–7.
Carpenito, L.J. 2000, Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis, Edisi 6, EGC,
Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Vol 3, EGC, Jakarta.
Gaffar, La Ode Jumadi, 1999, Pengantar Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta.
Guyton and Hall, 2008,  Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, EGC, Jakarta.
Hidayat, A.A.A. 2005, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta
Indrawati, Emei, 2007, “Pengaruh Pemberian Teknik Distraksi Terhadap Tingkat Nyeri Pada
Anak Di RSUD dr. R. Koesma Tuban, Skripsi, Program Sarjana Keperawatan,
STiKES Surya Global : tidak diterbitkan
Woods MS, Traverso LW, Kozarek RA, et al. Characteristics of biliary tract complications
during laparoscopic cholecys tectomy: a multi-institutional study. Am J Surg.
1994;167:27–33.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar