BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Racun adalah zat atau senyawa yang
masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem
biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya
bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di
sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan.
Salah satunya adalah gigitan binatang yang menyebab infeksi yang menyerang
susunan saraf pusat (rabies). Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat
gigitan seperti gigitan anjing, kucing dan monyet maka untuk dapat menambah pengetahuan
masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap
gigitan binatang tersebut.
B.
TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan pada
keracunan dan gigitan seranggga
2.
Untuk mengetahui penyebab keracunan dan gigitan
seranggga
3.
Untuk mengetahui penatalaksanaan keracunan dan gigitan
seranggga
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS DENGAN
KERACUNAN
A.
PENGERTIAN
Intoksikasi
atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang
menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Keracunan
adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke
dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru-paru,
hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam
organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya
sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang.
B.
ETIOLOGI
Ada berbagai macam kelompok bahan
yang dapat menyebabkan keracunan, antara lain :
1.
Bahan kimia umum ( Chemical
toxicants ) yang terdiri dari berbagai golongan seperti pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ),
golongan gas (nitrogen metana, karbon
monoksida, klor ), golongan logam (timbal,
posfor, air raksa,arsen) ,golongan bahan organik ( akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol ).
2.
Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis : sengatan
serangga, gigitan ular berbisa , anjing dll
3.
Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis : Bacillus
cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia coli dll
4.
Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical toxicants ) mis : jamur
amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung dll
C.
PATOFISIOLOGI
Penyebab
terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat penurunan
tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga
terganggu,sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah
perifer,dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak.Hipotensi
yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan
kerusakan ginjal,hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu
tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem
saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat
syok,asidemia,dan hipoksia
D.
MANIFESTASI KLINIK
1.
Rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.
2.
Pernafasan yang cepat dan dalam, hilang selera makan,
anak terlihat lemah.
3.
Mual, muntah, haus, buang air besar cair.
4.
Sakit kepala, telinga berdenging, sukar mendengar, dan
pandangan kabur.
5.
Bingung.
6.
Koma yang dalam dan kematian karena kegagalan
pernafasan
7.
Reaksi lain
yang kadang bisa terjadi : demam tinggi, haus, banyak berkeringat, bintik merah
kecil di kulit dan membran mukosa
E.
PENATALAKSANAAN
1.
Tindakan Emergenci
Airway : Bebaskan
jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan
atau pernapasan tidak adekuat.
Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi
jaringan.
2.
Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi
penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak
sampai menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
3.
Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau
dengan pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila
tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila
diduga racun telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric
lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak
kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam
setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan
terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan
kumbah
lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal
berbalon untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4.
Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin
sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat
penumpukan.
a.
Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5
mg
b.
Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap
5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala atropinisasi ( muka merah,mulut
kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c.
Kemudian interval diperpanjang
setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d.
Pemberian SA dihentikan minimal
setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect
berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
F.
KOMPLIKASI
a.
Kejang
b.
Koma
c.
Henti jantung
d.
Henti napas
e.
Syok
G.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a.
Aktifitas dan Istirahat
Gejala : Keletihan,kelemahan,malaise
Tanda : Kelemahan,hiporefleksi
b.
Sirkulasi
Tanda : Nadi lemah (hipovolemia), takikardi,hipotensi (pada kasus berat)
,aritmia jantung,pucat, sianosis,keringat banyak.
c.
Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih,distensi vesika urinaria,bising usus
menurun,kerusakan ginjal.
Tanda : Perubahan warna urin contoh kuning
pekat,merah,coklat
d.
Makanan Cairan
Gejala : Dehidrasi, mual , muntah, anoreksia,nyeri uluhati
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban,berkeringat banyak
e.
Neurosensori
Gejala : Sakit kepala,penglihatan kabur,midriasis,miosis,pupil
mengecil,kram otot/kejang
Tanda : Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian,ketidakmampuan
berkonsentrasi kehilangan memori,penurunan tingkat kesadaran(azotemia), koma,syok.
f.
Nyaman / Nyeri
Gejala : Nyeri tubuh,sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
g.
Pernafasan
Gejala : Nafas pendek,depresi napas,hipoksia
Tanda : Takipnoe,dispnoe,peningkatan
frekuensi,kusmaul,batuk produktif
h.
Keamanan
Gejala : Penurunan tingkat kesadaran,koma,syok,asidemia
i.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat terpapar toksin(obat,racun),obat nefrotik penggunaan
berulang Contoh : Keracunan kokain dan amfetamin serta derivatnya.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan
distress pernapasan
b.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek
toksik pada mioakrd
c.
Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem
saraf pusat
d.
Cemas berhubungan
dengan koping yang tidak efektif
3.
INTERVENSI
a.
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan
distress pernapasan
Tujuan : Mempertahankan pola napas tetap efektif
Intervensi :
v Observasi
tanda-tanda vital.
Rasional :
Untuk mengetahui keadaan umum pasien dalam menentukan tindakan selanjutnya
v Berikan O2
sesuai anjuran dokter
Rasional :
Terapi oksigen meningkatkan suplai oksigen ke jantung
v Jika
pernafasan depresi ,berikan oksigen(ventilator) dan lakukan suction.
Rasional
: Ventilator bisa membantu memperbaiki
depresi jalan napas
v Berikan
kenyamanan dan istirahat pada pasien dengan memberikan asuhan keperawatan
individual
Rasional :
Kenyamanan fisik akan memperbaiki kesejahteraan pasien dan mengurangi
kecemasan,istirahat mengurangi komsumsi oksigen miokard
b.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek
toksik pada mioakrd
Tujuan : Mempertahankan
perfusi jaringan yang adekuat
Intervensi :
v Kaji adanya
perubahan tanda-tanda vital.
Rasional :
Data tersebut berguna dalam menentukan perubahan perfusi
v Kaji daerah
ekstremitas dingin,lembab,dan sianosis
Rasional :
Ekstremitas yang dingin,sianosis menunjukan penurunan perfusi jaringan
v Berikan
kenyamanan dan istirahat
Rasional
: Kenyamanan fisik memperbaiki
kesejahteraan pasien istirahat mengurangi komsumsi oksigen
v Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian terapi antidotum
Rasional :
Obat antidot (penawar) dapat mengakumulasi penumpukan racun.
c.
Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem
saraf pusat
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan perawatan diharapkan dapat
mempertahankan tingkat kesadaran klien (komposmentis)
Intervensi :
v Monitor
vital sign tiap 15 menit
Rasional :
bila ada perubahan yang bermakna merupakan indikasi penurunan kesadaran
v Catat
tingkat kesadaran pasien
Rasional :
Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak.
v Kaji adanya
tanda-tanda distress pernapasan,nadi cepat,sianosis dan kolapsnya pembuluh
darah
Rasional :
Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung
dan paru.
v Monitor
adanya perubahan tingkat kesadaran
Rasional :
Tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup, meliputi resusitasi :
Airway, breathing, sirkulasi
v Kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian anti dotum
Rasional :
Anti dotum (penawar racun) dapat membantu mengakumulasi penumpukan racun
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KASUS DENGAN GIGITAN BINATANG
A.
PENGERTIAN
Gigitan
binatang adalah gigitan atau serangan yang di akibatkan oleh gigitan hewan
seperti anjing, kucing, monyet,dll. Rabies adalah penyakit infeksi akut
susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia yang berakibat fatal yang salah
satunya disebabkan oleh gigitan binatang seperti anjing, monyet dan kucing.
B. ETIOLOGI
Penyakit
ini disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus Lyssa-virus, famih
Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui secret yang terinfeksi pada
gigitan binatang atau ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama
anjing, kucing, dan kera. Nama lainnya ialah hydrophobia la rage (Prancis), la
rabbia (Italia), la rabia (spanyol), die tollwut (Jerman), atau di Indonesia
dikenal sebagai penyakit anjing gila.
Adapun penyebab dari rabies adalah :
• Virus rabies.
• Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
• Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
C.
PATOFISIOLOGI
Virus rabies yang terdapat pada air liur
hewan yang terinfeksi, menularkan kepada hewan lainnya atau manusia melalui
gigitan atau melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh . Virus akan masuk
melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan tempat
mereka berkembangbiak dengan kecepatan 3mm / jam. Selanjutnya virus akan
berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan
kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit
ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental, keresahan,
tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang
tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur.Kejang otot tenggorokan
dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.
Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan
daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan
mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu
penderita rabies tidak dapat minum, gejala ini disebut hidrofobia (takut air).
Lama-kelamaan akan terjadi kelumpuhan pada seluruh tubuh, termasuk pada
otot-otot pernafasan sehingga menyebabkan depresi pernafasan yang dapat mengakibatkan
kematian.
D.
MANIFESTASI
KLINIS
Pada manusia secara teoritis gejala klinis terdiri dari 4 stadium
yang dalam keadaan sebenarnya sulit dipisahkan satu dari yang lainnya, yaitu:
• Gejala prodromal non spesifik
• Ensefalitis akut
• Disfungsi batang otak
• Koma dan kematian
STADIUM LAMANYA (% KASUS) MANIFESTASI KLINIS
• Inkubasi < 30 hari (25%) 30-90 hari (50%) 90 hari-1 tahun (20%) >1
tahun (5%) Tidak ada
• Prodromal 2-10 hari Parestesia, nyeri pada luka gigitan, demam, malaise,
anoreksia, mual dan muntah, nyeri kepala, letargi, agitasi, ansietas, depresi,
neurologik akut
• Furious (80%)
• Paralitik
• Koma (0-14 hari)
Halusinasi, bingung, delirium, tingkah laku aneh, takut, agitasi, menggigit,
hidropobia, hipersaliva, disfagia, avasia, hiperaktif, spasme faring,
aerofobia, hiperfentilasi, hipoksia, kejang, disfungsi saraf otonom, sindroma
abnormalitas ADH.
E.
PENATALAKSANAAN
a. Tindakan
Pengobatan
1. Jika segera
dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit hewan
yang menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang
digigit kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan
pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies.
Tetapi bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar)
diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja
terinfeksi rabies.
2. Tindakan
pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera mungkin.
Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot
dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum
pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan
immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat
gigitan.
3. Jika belum
pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada saat
digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan
di tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang
serius, kurang dari 1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.
4. Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi,
maka risiko menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap
dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2).
5. Sebelum ditemukannya
pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita
meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau
kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat
dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke
ruang perawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru,
jantung, dan otak. Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya
efektif jika suatu saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies.
b. Pencegahan
Ada dua
cara pencegahan rabies yaitu:
1. Penanganan
Luka
Untuk
mencegah infeksi virus rabies pada penderita yang terpapar dengan virus rabies
melalui kontak ataupun gigitan binatang pengidap atau tersangka rabies harus
dilakukan perawatan luka yang adekuat dan pemberian vaksin anti rabies dan
imunoglobulin. Vaksinasi rabies perlu pula dilakukan terhadap individu yang
beresiko tinggi tertular rabies.
2.
Vaksinasi
Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil
sebelum terjangkit virus atau segera setelah terjangkit. Sebagai contoh,
vaksinasi bisa diberikan kapada orang
orang yang
beresiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu:
Ø Dokter
hewan Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang
terinfeksi
Ø Orang-orang
yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing
banyak ditemukan
Ø Para
penjelajah gua kelelawar
Ø
Vaksinasi memberikan perlindungan seumur
hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi
terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap
2 tahun.
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ada
beberapa pemeriksaan pada penyakit rabies yaitu:
1. Elektroensefalogram
( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian
CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti
resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah –
daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian
positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel
dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah
dalam otak.
5. Uji
laboratorium
· Pungsi
lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
· Hitung
darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
· Panel
elektrolit
· Skrining
toksik dari serum dan urin GDA
· Glukosa
Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang < 200 mq/dl
· BUN :
Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik
akibat dari pemberian obat.
· Elektrolit
: K, Na
·
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan
predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 –)
H.
KOMPLIKASI
1. Hiperaktif
2. Hidrofobia
3. Kejang fokal
4. Gejala
neurologi local
5. Edema
serebri
6.
Aerofobia
I.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a. Status Pernafasan
• Peningkatan tingkat pernapasan
• Takikardi
• Suhu umumnya meningkat (37,9º C)
• Menggigil
b. Status Nutrisi
• kesulitan dalam menelan makanan
• berapa berat badan pasien
• mual dan muntah
• porsi makanan dihabiskan
• status gizi
c. Status Neurosensori
• Adanya tanda-tanda inflamasi
d. Keamanan
• Kejang
• Kelemahan
e. Integritas Ego
• Klien merasa cemas
• Klien kurang paham tentang penyakitnya
Pengkajian Fisik Neurologik :
a. Tanda – tanda
vital:
• Suhu
• Pernapasan
• Denyut jantung
• Tekanan darah
• Tekanan nadi
b. Hasil pemeriksaan
kepala Fontanel :
• menonjol, rata, cekung
• Bentuk Umum Kepala
c. Reaksi Pupil
• Ukuran
• Reaksi terhadap cahaya
• Kesamaan respon
d. Tingkat kesadaran
Kewaspadaan :
• respon terhadap panggilan
• Iritabilitas
• Letargi dan rasa mengantuk
• Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
e. Afek
• Alam perasaan
• Labilitas
f. Aktivitas kejang
• Jenis
• Lamanya
g. Fungsi sensoris
• Reaksi terhadap nyeri
• Reaksi terhadap suhu
h. Refleks
• Refleks tendo superficial
• Reflek patologi
2. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia
b. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan
c. Demam berhubungan dengan viremia
d. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi tentang
penyakit
e. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
3. INTERVENSI
a.
Gangguan pola
nafas berhubungan dengan afiksia
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan,
diharapkan pasien bernafas tanpa ada gangguan
Intervensi :
Ø Obsevasi
tanda-tanda vital pasien terutama respirasi.
R/: Tanda vital merupakan acuan untuk melihat kondisi pasien.
Ø Beri pasien alat bantu pernafasan seperti O2
R/: O2 membantu pasien dalam bernafas.
Ø Beri posisi yang nyaman.
R/: Posisi yang nyaman akan membantu pasien dalam bernafas.
b.
Gangguan pola
nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Intervensi :
Ø Kaji keluhan mual,
sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
R/: Untuk menetapkan cara mengatasinya.
Ø Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
R/: Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien
Ø Berikan makanan
yang mudah ditelan seperti bubur.
R/: Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan.
Ø Berikan makanan
dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
R/: Untuk menghindari mual.
Ø Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan
oleh pasien setiap hari.
R/: Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Ø Kaloborasi
pemberian obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
R/: Antiemetik membantu pasien mengurangi mual dan muntah dan diharapkan
nutrisi pasien meningkat.
Ø Ukur berat badan
pasien setiap minggu.
R/: Untuk mengetahui status gizi pasien
c.
Demam berhubungan dengan viremia
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan demam pasien teratasi
Intervensi :
Ø Kaji saat
timbulnya demam
R/: Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
Ø Observasi tanda
vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam
R/: Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
Ø Berikan kompres
hangat
R/: Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan dan mempercepat Penurunan
suhu badan.
Ø Berikan terapi
cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
R/: Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
d.
Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan
informasi tentang penyakit.
Tujuan : setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan tingkat kecemasan keluarga pasien
menurun/hilang
Intervensi :
Ø Kaji tingkat
kecemasan keluarga.
R/: Untuk mengetahui tingkat cemas dan mengambil cara apa yang akan digunakan.
Ø Jelaskan kepada
keluarga tentang penyakit dan kondisi pasien.
R/: Informasi yang benar tentang kondisi pasien akan mengurangi kecemasan
keluarga.
Ø Berikan dukungan
dan support kepada keluarga pasien.
R/: Dengan dukungan dan support,akan mengurangi rasa cemas keluarga pasien.
e.
Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan
kelemahan
Tujuan : Setelah
diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien tidak mengalami cedera
Intervensi :
Ø Identifikasi dan
hindari faktor pencetus
R/: Penemuan factor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran virus.
Ø Tempatkan klien
pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman.
R/: Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau ransangan yang
dapat menimbulkan kejang.
Ø Anjurkan klien
istirahat
R/: Efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolism.
Ø Lindungi klien
pada saat kejang dengan :
• longgarakan pakaian
• posisi miring ke satu sisi
• jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
• kencangkan pengaman tempat tidur
• lakukan suction bila banyak secret
R/: Tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik.
Ø Catat penyebab
mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi
dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul.
R/: Dokumentasi untuk pedoman dalam tindakan berikutnya,
Ø Sesudah kejang
observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar
pulih dari kejang.
R/: Tanda-tanda vital indicator terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran
status umum pasien.
Ø Observasi efek samping dan keefektifan obat.
R/: Efeksamping dan efektifnya obat diperlukan motitorng untuk tindakan lanjut.
Ø Observasi adanya
depresi pernafasan dan gangguan irama jantung.
R/: Komplikasi kejang dapat terjadi depresi pernapasan dan kelainan irama
jantung.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh
racun. Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ
tubuh tertentu. Salah satu penyebab keracunan adalah gigitan binatang. Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada
manusia dan mamalia yang berakibat fatal yang salah satunya disebabkan oleh
gigitan binatang seperti anjing, monyet dan kucing.
Pada 20% penderita, rabies dimulai
dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi
penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental,
keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi
kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur. Kejang
otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.
B.
SARAN
1.
Dengan
terselesaikannya tugas makalah ini kami berharap para pembaca dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Keracunan dan Gigitan Binatang.
2.
Semoga makalah
ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih mengetahui dan menambah
wawasan tentang Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Keracunan dan Gigitan Binatang.
DAFTAR PUSTAKA
Noer
Syaifoellah.1996.Ilmu Penyakit Dalam.
FKUI : Jakarta
Mansjoer,
Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran
Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius.
FKUI : Jakarta
Suzanne C.
Brenda G.2001. Keperawatan Medikal Bedah.
EGC: Jakarta
Marilyn E. Doenges .1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerjemah
Kariasa I Made.
EGC: Jakarta