Cari Blog Ini

Selasa, 28 Mei 2013

PROSES KEPERAWATAN GADAR


  
PROSES KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT



A.PENDAHULUAN
Pelayanan keperawatan gawat darurat adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada klien/pasien yang mempunyai masalah aktual atau resiko yang mengancam kehidupan terjadinya secara mendadak atau tidak dapat diperkirakan, dan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi.
      Cakupan asuhan keperawatan gawat darurat meliputi pengkajian primer, pengkajian sekunder, penetapan diagnosa keperawatan dalam kontens kegawatdaruratan serta manajemen klien dan keluarganya terhadap kondisi kesehatan yang terjadi mendadak.

B.    PROSES KEPERAWATAN
Pendekatan proses keperawatan dalam area keperawatan gawat darurat dipengaruhi oleh :  a) Waktu yang terbatas, b) Kondisi klien yang memerlukan bantuan segera, c) Kebutuhan pelayanan yang definitif di unit lain (OK, ICU), d) Informasi yang terbatas, dan e) Peran dan sumber daya petugas.
      Proses keperawatan gawat darurat berbeda dengan asuhan keperawatan yang ada di ruangan lain, karena ketika perawat melakukan pengkajian faktor waktu terbatas dan informasi yang didapat juga terbatas. Prioritasnya adalah mengkaji dan mengatasi masalah yang mengancam kehidupan. Intervensi yang dilakukan terkadang sebelum dilakukan pengkajian lengkap dan didasarkan pada pengalaman dan keputusan.. Terkadang tidak selalu ada rencana perawatan tertulis. Sedangkan sifat evaluasi dalam menit, bukan jam atau hari.
Dalam menegakkan diagnosa keperawatan pun dibuat berdasarkan kondisi klinis pasien, berdasarkan pengkajian ABC (Airway, Breathing, Circulation) yang terkait dengan kondisi klien, dan ditegakkan secara prioritas kegawatdaruratan.
Pada proses keperawatan untuk klien dalam keadaan kritis (critical care) lebih banyak kesamaan dengan asuhan keperawatan yang ada di ruang lainnya, hanya saja prioritas pengakajian primer tetap dilakukan dan prinsip penegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan prinsip kegawatan pada klien kritis.

C.    PRIMARY SURVEY
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka parah, tetap diberikan berdasarka priortas. Tandavital penderita harus dinilai secara cepat dan efisien. Pengelolaan penderita  berupa primary survey yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC-nya trauma, dan berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan berikut :
            A         : AIRWAY, menjaga airway dengan kontrol servikal
            B         : BREATHING, menjaga pernafasan dengan ventilasi.
            C         : CIRCULATION, dengan kontrol perdarahan
            D         : DISABILITY, status neurologis
E         : EXPOSURE/ENVIRONTMENTAL CRONTROL, buka baju penderita,    tetapi cegah hipotermia
      Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali, dan resusitasinya dilakukan pada saat itu juga.
            Prioritas pada anak pada dasarnya sama dengan orang dewasa. Walaupun jumlah darah, cairan, obat, uikuran anak, kahilangan panas, dan pola perlukaan dapat berbeda, namun prioritas penilaian dan resusitasi adalah sama.
            Prioritas pada orang hamil  sama seperti tidak hamil, akan tetapi perubahan anatomis dan fisiologis dalam kehamilan dapat mengubah respon penderita hamil terhadap trauma.


A : AIRWAY
            Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah.  Usaha pembebasan jalan nafas perlu memperhatikan perlindungan vertebra servikal dengan cara chin lift, jaw thrust.
            Pada penderita yang dapat bicara anggap jalan nafas bersih, tetapi penilaian ulang terhadap airway tetap harus dilakukan. Selama memeriksa dan memperbaiki airway harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
INGAT !!!
M  Anggaplah ada fraktur servikal pada setiap penderita multitrauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran/perlukaan diatas klavikula.
M  Harus dilakukan segala usaha untuk menjaga jalan nafas dan memasang airway definitif bila diperlukan.
M  Tidak kalah pentingnya adalah mengenali kemungkinan gangguan airway kemudian, dan ini hanya dapat dikenali dengan re-evaluasi berulang terhadap airway ini

PERMASALAHAN
1.            Walaupun segala usaha telah dilakukan, terkadang pengelolaan jalan nafas sangat sulit dan malah tidak tercapai. Mungkin disebabkan oleh gangguan alat contoh : lampu laringoskop yang tiba-tiba mati atau ETT yang telah terpasang dengan segala kesulitan ternyata balonnya (cuff) robek terkenan gigitan penderita.
2.            Intubasi endotrakeal gagal setalah pemberian relaksan otot atau usaha krikotirotomi gagal karena gemuknya penderita
3.            Usaha intubasi endotrakeal ternyata menyebabkan obstruksi total karena tidak mengetahui adanya fraktur laring atau transeksi parsial larinks, yang dapat tanpa gejala klinis.
Kesulitan-kesulitan di atas tidak selalu dapat dicegah, tetapi kemungkinannya harus selalu diantipasi.

B : BREATHING DAN VENTILASI
            Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru-paru, dinding dada dan diafragma.
Permasalahan
1.            Membedakan gangguan airway terhadap gangguan pernafasan mungkin sulit.
2.            Penderita dalam keadaan takipnu dan dispnu berat yang disebabkan tension pneumo-thoraks dapat menyebabkan gangguan airway. Pada keadaan ini dilakukan intubasi endotrakeal kemungkinan memperburuk keadaan penderita.
3.            Bila telah dilakukan intubasi endotrakeal disertai ventilasi tambahan, kemungkinan prosedurnya sendiri menyebabkan terjadinya tension pneumo-thoraks.

C : CIRCULATION dengan KONTROL PERDARAHAN
  1. Volume darah dan cardiac output
N  Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia, sampai terbukti dan sebaliknya. Untuk itu perlu penilaian yang cepat pada status hemodinamik penderita.
N  Ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik penderita.
a.       Tingkat kesadaran
      Volume darah   è   Perfusi otak berkurang    è  Kesadaran menurun        
Catatan : Penderita yang sadar belum tentu normo-volemik 
b.      Warna kulit
-          Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemi
-          Penderita trauma yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah dan ekstremitass jarang yang dalam keadaan hiovolemia.
-          Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia
c.       Nadi
Periksalah pada nadi yang besar seperti arteri femoralis ata arteri karotis (kiri-kanan) untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.
Prediksi :
-       Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normovolemia.
-       Nadi yang cepat dan kecilmerupakan tanda hipovolemia atau sebab lain.
-       Kecepatan nadi normal bukan jaminan normovolemia
-       Nadi irregular biasanya merupakan tanda gangguan jantung
-       Tidak ditemukan pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukan resusitasi segera.

  1. Perdarahan
6  Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka
6  Spalk udara  juga dapat digunakan.
6  Tourniquet sebaiknya jangan digunakan karena merusak jaringan seperti syaraf dan pembuluh darah.
Permasalahan
v  Orang tua walau dalam keadaan sehat, sulit untuk meningkatkan denyut jantung dalam keadaan hipovolemia, akibatnya takikardia mungkin tidak terlihat pada orang tua walaupun sudah hipovolemia.
v  Atlit mempunyai cadangan fisiologis yang besar, lagipula biasanya dalam keadaan bradikardia dan mungkin tidak ditemukan takikardia walaupun sudah hipovolemia
v  Anak kecil mempunyai cadangan fisilogis yang besar. Bila jatuh dalam keadaan syok, akan berlangsung tiba-tiba dan katastrofik
v  Harus selalu diswaspadai penderita dengan hemodinamik “normal” , yang belum tentu normal

D : DISABILITY (evaluasi neurologis)
            Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil. Ada suatu cara sederhana untuk menilai tingkat kesadaran adalah metoda AVPU :
            A         : ALERT (SADAR)
            V         : RESPON TERHADAP RANGSANG VOKAL/VERBAL
            P          : RESPON TERHADAP RANGSANG NYERI (PAIN)
            U         : UNRESPONSIVE
Glascow come scale (GCS) adalah sistem skoring yang sederhana dan dapat meramal kemudahan (outcome) penderita. Penurunan kesadaran menunutut dilakukannya re-evaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan perfusi.
Permasalahan
Pada penderita dengan trauma kapitis, penurunan kesadaran terjadi dengan cepat. Diperlukan evaluasi ulang yang sering untuk mengenal adanya perubahanneurologis.

E : EXPOSURE
v  Buka pakaian penderita, guna memeriksa dan evaluasi penderita.
v  Pakaikan selimut hangat, ruangan cukup hangat dan diberikan cairan IV yang sudah dihangatkan.
v  Jaga suhu tubuh penderita
PERMASALAHAN
Penderita GD à datang ke IGD biasanya sudah dalam keadaan hipotermia, dan kemungkinan diperberat dengan resusitasi cairan dandarah.
Atasi : dengan kontrol perdarahan dengan cepat ; usaha menjaga suhu tubuh penderita

Hal lain yang dapat dilakukan oleh seorang perawat gawat darurat dalam primary survey selain yang telah dijelaskan adalah : 1) Monitor Elektro Cardiografi ; 2) Kolaborasi pemasangan kateter urin dan Naso Gastric Tube; 3) Monitor analisa gas darah; 4) Monitor tekanan darah; dan 5) Pulse oximetri untuk mengukur saturasi oksigen







.

Minggu, 12 Mei 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KERACUNAN DAN GIGITAN BINATANG


BAB I
PENDAHULUAN



A.      LATAR BELAKANG
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan binatang yang menyebab infeksi yang menyerang susunan saraf pusat (rabies). Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan seperti gigitan anjing, kucing dan monyet  maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan binatang tersebut.

B.       TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1.    Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan pada keracunan dan gigitan seranggga
2.    Untuk mengetahui penyebab keracunan dan gigitan seranggga
3.    Untuk mengetahui penatalaksanaan keracunan dan gigitan seranggga



BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS DENGAN KERACUNAN


A.       PENGERTIAN
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang.

B.       ETIOLOGI
Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan keracunan, antara lain :
1.    Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai golongan seperti pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ), golongan gas (nitrogen metana, karbon monoksida, klor ), golongan logam (timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan bahan organik ( akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol ).
2.    Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis : sengatan serangga, gigitan ular berbisa , anjing dll
3.    Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis : Bacillus cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia coli dll
4.    Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical toxicants ) mis : jamur amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung dll

C.       PATOFISIOLOGI
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu,sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer,dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak.Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal,hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok,asidemia,dan hipoksia

D.      MANIFESTASI KLINIK
1.    Rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.
2.    Pernafasan yang cepat dan dalam, hilang selera makan, anak terlihat lemah.
3.    Mual, muntah, haus, buang air besar cair.
4.    Sakit kepala, telinga berdenging, sukar mendengar, dan pandangan kabur.
5.     Bingung.
6.    Koma yang dalam dan kematian karena kegagalan pernafasan
7.     Reaksi lain yang kadang bisa terjadi : demam tinggi, haus, banyak berkeringat, bintik merah kecil di kulit dan membran mukosa

E.       PENATALAKSANAAN
1.    Tindakan Emergenci
Airway                : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan atau pernapasan tidak adekuat.
Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.
2.    Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
3.    Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan
kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4.    Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a.    Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b.    Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala atropinisasi ( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c.    Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d.   Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

F.        KOMPLIKASI
a.                   Kejang
b.                   Koma
c.                   Henti jantung
d.                  Henti napas
e.                    Syok

G.      ASUHAN KEPERAWATAN
1.    PENGKAJIAN
a.    Aktifitas dan Istirahat
Gejala : Keletihan,kelemahan,malaise 
Tanda : Kelemahan,hiporefleksi
b.    Sirkulasi
Tanda : Nadi lemah (hipovolemia), takikardi,hipotensi (pada kasus berat) ,aritmia jantung,pucat, sianosis,keringat banyak.
c.    Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih,distensi vesika urinaria,bising usus menurun,kerusakan ginjal.
Tanda  :  Perubahan warna urin contoh kuning pekat,merah,coklat
d.   Makanan Cairan
Gejala : Dehidrasi, mual , muntah, anoreksia,nyeri uluhati
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban,berkeringat banyak
e.    Neurosensori
Gejala : Sakit kepala,penglihatan kabur,midriasis,miosis,pupil mengecil,kram otot/kejang
Tanda : Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian,ketidakmampuan berkonsentrasi kehilangan memori,penurunan tingkat kesadaran(azotemia), koma,syok.
f.     Nyaman / Nyeri
Gejala : Nyeri tubuh,sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
g.    Pernafasan
Gejala : Nafas pendek,depresi napas,hipoksia
Tanda  : Takipnoe,dispnoe,peningkatan frekuensi,kusmaul,batuk produktif
h.    Keamanan
Gejala : Penurunan tingkat kesadaran,koma,syok,asidemia 
i.      Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat terpapar toksin(obat,racun),obat nefrotik penggunaan berulang Contoh : Keracunan kokain dan amfetamin serta derivatnya.

2.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.    Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan distress pernapasan
b.    Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek toksik pada mioakrd
c.    Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat
d.   Cemas  berhubungan dengan koping yang tidak efektif

3.    INTERVENSI
a.    Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan distress pernapasan
Tujuan : Mempertahankan  pola napas tetap efektif
Intervensi :
v  Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien dalam menentukan tindakan selanjutnya
v  Berikan O2 sesuai anjuran dokter
Rasional : Terapi oksigen meningkatkan suplai oksigen ke jantung
v  Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen(ventilator) dan lakukan suction.
Rasional :  Ventilator bisa membantu memperbaiki depresi jalan napas
v  Berikan kenyamanan dan istirahat pada pasien dengan memberikan asuhan keperawatan individual
Rasional : Kenyamanan fisik akan memperbaiki kesejahteraan pasien dan mengurangi kecemasan,istirahat mengurangi komsumsi oksigen miokard

b.    Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek toksik pada mioakrd
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat
Intervensi :
v  Kaji adanya perubahan tanda-tanda vital.
Rasional : Data tersebut berguna dalam menentukan perubahan perfusi
v  Kaji daerah ekstremitas dingin,lembab,dan sianosis
Rasional : Ekstremitas yang dingin,sianosis menunjukan penurunan perfusi jaringan
v  Berikan kenyamanan dan istirahat
Rasional :  Kenyamanan fisik memperbaiki kesejahteraan pasien istirahat mengurangi komsumsi oksigen
v  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antidotum
Rasional : Obat antidot (penawar) dapat mengakumulasi penumpukan racun.

c.    Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan dapat  mempertahankan tingkat kesadaran klien (komposmentis)
Intervensi :
v  Monitor vital sign tiap 15 menit
Rasional : bila ada perubahan yang bermakna merupakan indikasi penurunan kesadaran
v  Catat tingkat kesadaran pasien
Rasional : Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak.
v  Kaji adanya tanda-tanda distress pernapasan,nadi cepat,sianosis dan kolapsnya pembuluh darah
Rasional : Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru.
v  Monitor adanya perubahan tingkat kesadaran
Rasional : Tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup, meliputi resusitasi : Airway, breathing, sirkulasi
v  Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti dotum
Rasional : Anti dotum (penawar racun) dapat membantu mengakumulasi penumpukan racun




BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS DENGAN GIGITAN BINATANG


A.      PENGERTIAN
       Gigitan binatang adalah gigitan atau serangan yang di akibatkan oleh gigitan hewan seperti anjing, kucing, monyet,dll. Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia yang berakibat fatal yang salah satunya disebabkan oleh gigitan binatang seperti anjing, monyet dan kucing.

B.       ETIOLOGI
     Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus Lyssa-virus, famih Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui secret yang terinfeksi pada gigitan binatang atau ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing, dan kera. Nama lainnya ialah hydrophobia la rage (Prancis), la rabbia (Italia), la rabia (spanyol), die tollwut (Jerman), atau di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila.
Adapun penyebab dari rabies adalah :
• Virus rabies.
• Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
• Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.

C.       PATOFISIOLOGI
     Virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi, menularkan kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan atau melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh . Virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan tempat mereka berkembangbiak dengan kecepatan 3mm / jam. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
     Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur.Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.
     Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum, gejala ini disebut hidrofobia (takut air). Lama-kelamaan akan terjadi kelumpuhan pada seluruh tubuh, termasuk pada otot-otot pernafasan sehingga menyebabkan depresi pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian.

D.      MANIFESTASI KLINIS
Pada manusia secara teoritis gejala klinis terdiri dari 4 stadium yang dalam keadaan sebenarnya sulit dipisahkan satu dari yang lainnya, yaitu:
• Gejala prodromal non spesifik
• Ensefalitis akut
• Disfungsi batang otak
• Koma dan kematian
STADIUM LAMANYA (% KASUS) MANIFESTASI KLINIS
• Inkubasi < 30 hari (25%) 30-90 hari (50%) 90 hari-1 tahun (20%) >1 tahun (5%) Tidak ada
• Prodromal 2-10 hari Parestesia, nyeri pada luka gigitan, demam, malaise, anoreksia, mual dan muntah, nyeri kepala, letargi, agitasi, ansietas, depresi, neurologik akut
• Furious (80%)
• Paralitik
• Koma (0-14 hari)
Halusinasi, bingung, delirium, tingkah laku aneh, takut, agitasi, menggigit, hidropobia, hipersaliva, disfagia, avasia, hiperaktif, spasme faring, aerofobia, hiperfentilasi, hipoksia, kejang, disfungsi saraf otonom, sindroma abnormalitas ADH.

E.       PENATALAKSANAAN
a.    Tindakan Pengobatan
1.    Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit hewan yang menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja terinfeksi rabies.
2.    Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan.
3.    Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari 1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.
4.     Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2).
5.    Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang perawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan otak. Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies.
b.    Pencegahan
Ada dua cara pencegahan rabies yaitu:
1.    Penanganan Luka
Untuk mencegah infeksi virus rabies pada penderita yang terpapar dengan virus rabies melalui kontak ataupun gigitan binatang pengidap atau tersangka rabies harus dilakukan perawatan luka yang adekuat dan pemberian vaksin anti rabies dan imunoglobulin. Vaksinasi rabies perlu pula dilakukan terhadap individu yang beresiko tinggi tertular rabies.
2.    Vaksinasi
Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang
orang yang beresiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu:
Ø  Dokter hewan Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi
Ø  Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak ditemukan
Ø  Para penjelajah gua kelelawar
Ø  Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun.

G.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ada beberapa pemeriksaan pada penyakit rabies yaitu:
1.    Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2.    Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3.    Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4.    Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5.    Uji laboratorium
·      Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
·      Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
·      Panel elektrolit
·      Skrining toksik dari serum dan urin GDA
·      Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang < 200 mq/dl
·      BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
·      Elektrolit : K, Na
·      Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 –)
H.      KOMPLIKASI
1.    Hiperaktif
2.    Hidrofobia
3.    Kejang fokal
4.    Gejala neurologi local
5.    Edema serebri
6.    Aerofobia

I.         ASUHAN KEPERAWATAN
1.    PENGKAJIAN
a.    Status Pernafasan
• Peningkatan tingkat pernapasan
• Takikardi
• Suhu umumnya meningkat (37,9º C)
• Menggigil
b.    Status Nutrisi
• kesulitan dalam menelan makanan
• berapa berat badan pasien
• mual dan muntah
• porsi makanan dihabiskan
• status gizi
c.     Status Neurosensori
• Adanya tanda-tanda inflamasi
d.    Keamanan
• Kejang
• Kelemahan
e.    Integritas Ego
• Klien merasa cemas
• Klien kurang paham tentang penyakitnya

 Pengkajian Fisik Neurologik :
a.    Tanda – tanda vital:
• Suhu
• Pernapasan
• Denyut jantung
• Tekanan darah
• Tekanan nadi
b.    Hasil pemeriksaan kepala Fontanel :
• menonjol, rata, cekung
• Bentuk Umum Kepala
c.    Reaksi Pupil
• Ukuran
• Reaksi terhadap cahaya
• Kesamaan respon
d.   Tingkat kesadaran Kewaspadaan :
• respon terhadap panggilan
• Iritabilitas
• Letargi dan rasa mengantuk
• Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
e.    Afek
• Alam perasaan
• Labilitas
f.     Aktivitas kejang
• Jenis
• Lamanya
g.     Fungsi sensoris
• Reaksi terhadap nyeri
• Reaksi terhadap suhu
h.    Refleks
• Refleks tendo superficial
• Reflek patologi

2.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.    Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia
b.    Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan
c.    Demam berhubungan dengan viremia
d.   Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi tentang penyakit
e.    Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
3.    INTERVENSI
a.    Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien bernafas tanpa ada gangguan
Intervensi :
Ø Obsevasi tanda-tanda vital pasien terutama respirasi.
R/: Tanda vital merupakan acuan untuk melihat kondisi pasien.
Ø  Beri pasien alat bantu pernafasan seperti O2
R/: O2 membantu pasien dalam bernafas.
Ø  Beri posisi yang nyaman.
R/: Posisi yang nyaman akan membantu pasien dalam bernafas.

b.    Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Intervensi :
Ø Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
R/: Untuk menetapkan cara mengatasinya.
Ø  Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
R/: Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien
Ø Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
R/: Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan.
Ø Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
R/: Untuk menghindari mual.
Ø  Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
R/: Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Ø Kaloborasi pemberian obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
R/: Antiemetik membantu pasien mengurangi mual dan muntah dan diharapkan nutrisi pasien meningkat.
Ø Ukur berat badan pasien setiap minggu.
R/: Untuk mengetahui status gizi pasien

c.    Demam berhubungan dengan viremia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan demam pasien teratasi
Intervensi :
Ø Kaji saat timbulnya demam
R/: Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
Ø Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam
R/: Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
Ø Berikan kompres hangat
R/: Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan dan mempercepat Penurunan suhu badan.
Ø Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
R/: Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.

d.   Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi tentang penyakit.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan tingkat kecemasan keluarga pasien menurun/hilang
Intervensi :
Ø Kaji tingkat kecemasan keluarga.
R/: Untuk mengetahui tingkat cemas dan mengambil cara apa yang akan digunakan.
Ø Jelaskan kepada keluarga tentang penyakit dan kondisi pasien.
R/: Informasi yang benar tentang kondisi pasien akan mengurangi kecemasan keluarga.
Ø Berikan dukungan dan support kepada keluarga pasien.
R/: Dengan dukungan dan support,akan mengurangi rasa cemas keluarga pasien.

e.    Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien tidak mengalami cedera
Intervensi :
Ø Identifikasi dan hindari faktor pencetus
R/: Penemuan factor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran virus.
Ø Tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman.
R/: Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau ransangan yang dapat menimbulkan kejang.
Ø Anjurkan klien istirahat
R/: Efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolism.
Ø Lindungi klien pada saat kejang dengan :
• longgarakan pakaian
• posisi miring ke satu sisi
• jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
• kencangkan pengaman tempat tidur
• lakukan suction bila banyak secret
R/: Tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik.
Ø Catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul.
R/: Dokumentasi untuk pedoman dalam tindakan berikutnya,
Ø Sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang.
R/: Tanda-tanda vital indicator terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran status umum pasien.
Ø  Observasi efek samping dan keefektifan obat.
R/: Efeksamping dan efektifnya obat diperlukan motitorng untuk tindakan lanjut.
Ø Observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung.
R/: Komplikasi kejang dapat terjadi depresi pernapasan dan kelainan irama jantung.



BAB IV
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu. Salah satu penyebab keracunan adalah gigitan binatang. Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia yang berakibat fatal yang salah satunya disebabkan oleh gigitan binatang seperti anjing, monyet dan kucing.
            Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur. Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.


B.    SARAN
1.         Dengan terselesaikannya tugas makalah ini kami berharap para pembaca dapat   memahami tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Keracunan dan Gigitan Binatang.
2.         Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih mengetahui dan menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Keracunan dan Gigitan Binatang.



DAFTAR PUSTAKA


Noer Syaifoellah.1996.Ilmu Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius.
FKUI : Jakarta
Suzanne C. Brenda G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Marilyn E. Doenges .1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerjemah Kariasa I Made.
            EGC: Jakarta