LAPORAN PENDAHULUAN
COMBUSTIO ( LUKA BAKAR )
A. PENGERTIAN
Menurut
Arif Mutaqqin (2011) Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk
luka-luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati
(escar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama.
Menurut
Sunita Almatsia, (2004) Luka bakar adalah kerusakan jaringan permukaan tubuh
yang disebabkan oleh suhu tinggi yang menimbulkan reaksi pada seluruh sistem
metabolisme.
Dari
pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa luka bakar merupakan
respon kulit terhadap suatu rangsangan dari luar berupa suhu panas yang
mengakibatkan kerusakan jaringan dan sitem metabolisme tubuh.
B.
ETIOLOGI
Menurut
Arif Mutaqqin (2011) Penyebabnya luka bakar dapat dibagi dalam beberapa jenis,
meliputi hal-hal berikut ini :
a.
Panas
basah (luka bakar) yang disebabkan oleh air panas (misalnya: teko atau
minuman).
b.
Luka
bakar dari lemak panas akibat memasak lemak.
c.
Luka
bakar akibat api unggun, alat pemanggang, dan api yag disebabkan oleh merokok
di tempat tidur.
d.
Benda
panas (misalnya radiator).
e.
Radiasi
(misalnya terbakar sinar matahari).
f.
Luka
bakar listrik akibat buruknya pemeliharaan peralatan listrik.
g.
Luka
bakar akibat zat kimia, disebabkan oleh zat asam dan basa yang sering
menghasilkan kerusakan kulit yang luas.
C.
PATOFISIOLOGI
Kulit
adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025m2 pada dewasa.
Bila kulit terbakar akan terjadi peningkatan permeabilitas karena rusaknya
pembuluh darah kapiler, dan area-area sekitarnya. Sehingga terjadi kebocoran
cairan intrakapiler ke intertisial sehingga menimbulkan udem dan bula yang
mengandung banyak elektrolit.
Kulit
terbakar juga berakibat kurangnya cairan intravaskuler. Bila kulit terbakar
> 20% dapat terjadi syok hipovolemik dengan gejala: gelisah, pucat, akral
dingin, berkeringat, nadi kecil, cepat, TD menurun, produksi urin berkurang dan
setelah 8 jam dapat terjadi pembengkakan. Saat pembuluh darah kapiler terpajan
suhu tinggi, sel darah ikut rusak sehingga berpotensi anemia. Sedangkan bila
luka bakar terjadi di wajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena
asap, gas, atau uap panas yang terhirup, oedema laring menyebabkan hambatan
jalan napas yang mengakibatkan sesak napas, takipnea, stridor, suara parau, dan
dahak bewarna gelap. Selain itu dapat juga terjadi keracunan gas CO2,
karena hemoglobin tidak mampu mengikat O2 ditandai dengan lemas,
binggung, pusing, mual, muntah dan berakibat koma bahkan meninggal dunia.
Luka bakar
yang tidak steril mudah terkontaminasi dan beresiko terkena infeksi kuman gram
(+) dan (-) contohnya pseudomonas aeruginosa di tandai dengan warna hijau pada
kasa penutup luka bakar. Infeksi ysng tidak dalam (non invasif) ditandai dengan
keropeng dan nanah. Infeksi invasif ditandai dengan keropeng yang kering, dan jaringan
nekrotik.
D.
MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi klinis yang dapat dilihat berdasarkan derajat
luka bakar (Mansjoer : 2000)
1.
Grade
I
a.
Jaringan rusak hanya epidermis saja
b.
Klinis ada rasa nyeri, warna kemerahan
c.
Adanya hiperalgisia
d.
Akan sembuh kurang lebih 7 hari
2.
Grade II
a.
Grade II a
1)
Jaringan luka bakar sebagian dermis.
2)
Klinis nyeri, warna lesi merah /
kuning.
3)
Klinis lanjutan terjadi bila basah
4)
Tes jarum hiper aligesia, kadang
normal.
5)
Sumber memerlukan waktu 7 – 14 hari
b.
Grade II b
1)
Jaringan rusak sampai dermis dimana
hanya kelenjar keringat saja yang masih utuh.
2)
Klinis nyeri, warna lesi merah /
kuning.
3)
Tes jarum hiper algisia .
4)
Waktu sembuh kurang lebih 14 – 12 hari
5)
Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang
ada sikatrik
3. Grade III
a. Jaringan yang seluruh dermis dan
epidermis.
b.
Klinis mirip dengan grade II hanya
kulit bewarna hitam / kecoklatan.
c.
Tes
jarum tidak sakit.
d.
Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
e.
Hasil kulit menjadi sikratrik
hipertrofi
E.
KLASIFIKASI
Menurut
Sunita Almatsia, (2004) pengklasifikasian luka bakar adalah sebagai berikut:
a. Kedalaman Luka Bakar
1). Derajat I
Adalah
luka bakar dimana terjadi kematian pada lapisan atas epidermis kulit disertai
dengan pelebaran pembuluh darah sehingga kulit tampak kemerah-merahan
2). Derajat II
Adalah
derajat luka bakar dimana terjadi kerusakan epidermis dan dermis sedangkan
pembuluh darah dibawah kulit menumpuk dan mengeras. Selain timbul warna
kemerah-merahan pada kulit juga timbul gelembung-gelembung pada luka.
3). Derajat III
Adalah
derajat luka bakar dimana terjadi kerusakan seluruh epitel kulit (epidermis,
dermis, kutis) dan otot pembuluh darah mengalami nombisit.
b.
Luasnya
Luka Bakar
Luka bakar
dinyatakan dalam persen luas tubuh untuk dewasa, perkiraan luas tubuh yang
terkena didasarkan pada bagian tubuh yang t yang terkena menurut “rumus 9”
(rule of nine) yang dikembangkan walace (1940), yaitu:
1).
Kepala
9 %
2).
Tubuh
bagian depan 18%
3).
Tubuh
bagian belakang 18%
4).
Ekstremitas
atas 18%
5).
Ekstremitas kanan 18%
6).
Ekstremitas
kiri 18%
7).
Organ
genital 1%
Total 100%
F.
PATHWAYS
Suhu tinggi, sengatan listrik, bahan kimia, dan radiasi
LUKA BAKAR
Kerusakan
kulit/jaringan asap,
gas, uap air yang terhirup
Cedera
jaringan kulit Dilatasi sel
permeabilitas Agen mikroorganisme Kerusakan mukosa jalan
kapiler menurun nafas
Nyeri Lapisan
kulit pelindung
Sodium,
Klorida,Na+ terbuka
Oedema laring
dan protein hilang
Resiko
tinggi infeksi Bersihan jalan nafas
tidak
Dehidrasi jaringan efektif
Resiko kekurangan volume
cairan
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Hitung darah
lengkap
Peningkatan MHT awal
menunjukan hemokonsentrasi sehubung dengan perpindahan atau kehilngan cairan.
Selanjutnya menurunnya Hb dan Ht dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh
panas terhadap endothelium pembuluh darah.
b. Sel darah putih
Leukosit dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan
respon inflamasi terhadap cidera.
c.
GDA
Dasar penting untuk
kecurigaan cidera inhalasi.
d.
CO Hbg
Peningkatan lebih dari
15 % mengindikasikan keracunan CO cidera
inhalasi.
e.
Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera jaringan /
kerusakan SDm dan penurunan fungsi ginjal.
f.
Glukosa serum
Rasio albumin / globulin mungkin terbalik sehubungan dengan kehilangan
protein pada edema cairan.
g.
Albumin serum
Peningkatan glukosa
serum menunjukan respon stress.
h.
BUN kreatinin
Peningkatan BUN
menujukan penuruna fungsi- fungai ginjal.
i.
Foto rontgen
dada
Dapat tampak normal
pada pansca luka bakar dini meskipun dengan cidera inhalasi, namun cidera
inhalasi yang sesungguhnya akan ada pada saat progresif tanpa foto dada.
j.
EKG
Tanda iskemia miokardiak disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik
k.
Foto grafi luka
bakar
Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.
H.
PENATALAKSANAAN
1.
Penanggulangan
terhadap shock
2.
Mengatasi
gangguan keseimbangan cairan dilakukan dengan cara : diberikan cairan ringer
lactate : 2.5-4 cc/ KgBB/% LB pada 24 jam pertama dan diberikan Dek 5 % inwater
: 24 x ( 25+% LLB) XBSA cc pada 24 jam kedua
3.
Mengatasi
gangguan pernafasan
4.
Mengatasi
infeksi dengan pemberian salep Chlorfomazin dan sulfatul
5.
Pemberian
nutrisi
6.
Rehabilitasi
I.
KOMPLIKASI
Komplikasi
yang sering dialami oleh klien luka bakar yang luas antara lain:
1. Burn shock (shock hipovolemik)
Merupakan komplikasi yang pertama kali dialami oleh klien
dengan luka bakar luas karena hipovolemik yang tidak segera diatasi.
2. Sepsis
Kehilangan
kulit sebagai pelindung menyebabkan kulit sangat mudah terinfeksi. Jika infeksi
ini telah menyebar ke pembuluh darah, dapat mengakibatkan sepsis.
3. Pneumonia
Dapat
terjadi karena luka bakar dengan penyebab trauma inhalasi sehingga rongga paru
terisi oleh gas (zat-zat inhalasi).
4. Gagal ginjal akut
Kondisi
gagal ginjal akut dapat terjadi karena penurunan aliran darah ke ginjal.
5. Hipertensi jaringan akut
Merupakan
komplikasi kuloit yang biasa dialami pasien dengan luka bakar yang sulit
dicegah, akan tetapi bias diatasi dengan tindakan tertentu.
6. Kontraktur
Merupakan
gangguan fungsi pergerakan.
7. Dekubitus
Terjadi
karena kurangnya mobilisasi pada pasien dengan luka bakar yang cenderung
bedrest terus.
J.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan penyumbatan saluran pernafasan karena oedema
2. Nyeri berhubungan dengan cedera
jaringan kulit
3. Resiko tinggi kekurangan volume
cairan berhubungan dengan dehidrasi jaringan akibat kehilangan cairan dan
elektrolit
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan terbukanya lapisan kulit pelindung
K. INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan penyumbatan saluran pernafasan karena oedema
Intervensi
:
a.
Kaji
reflek menelan
b.
Awasi
frekuensi, irama, kedalaman pernafasan : perhatikan adanya pucat/sianosis
c.
Dorong
batuk/ latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering
d.
Hisapan
pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.
e.
Selidiki perubahan perilaku/ mental
contoh gelisah agitasi, kacau mental
f.
Kolaborasi pemberian O2
melalui cara yang tepat.
2. Nyeri berhubungan dengan cedera
jaringan kulit
Intervensi :
a.
Kaji secara komprehensif tentang nyeri,
meliputi : lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas / beratnya nyeri, dan factor-
factor predisposisi.
b.
Observasi isyarat –isyarat non
verbal dari ketidaknyamanan , khususnya
dalam ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
c.
Gunakan komunikasi terapeutik agar
pasien dapat mengekspresikan nyeri
d.
Anjurkan penggunaan tekhnik non
farmakologi (ex: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi,aplikasi
panas-dingin, masase, dll).
e.
Berikan
anelgetik untuk mengurangi nyeri .
3. Resiko tinggi kekurangan volume
cairan berhubungan dengan dehidrasi jaringan akibat kehilangan cairan dan
elektrolit
Intervensi :
a.
Pertahankan catatan intake dan output
yang akurat.
b.
Monitor status hidrasi (kelembaban
membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik).
c.
Monitor
TTV.
d.
Jaga keakuratan pemasukan dan
pengeluaran.
e.
Kolaborasi
pemberian cairan IV.
4.
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan terbukanya lapisan kulit pelindung
Intervensi
:
a.
Kaji faktor yang dapat meningkatkan
infeksi.
b.
Monitor sistemik lokasi, tanda dan
gejala infeksi dan resiko
tinggi
infeksi.
c.
Anjurkan peningkatan frekuensi istirahat.
d.
Anjurkan peningkatan intake nutrisi.
e.
Monitor apakah pasien mudah terkena infeksi.
f.
Monitor peningkatan granulosit, sel darah
putih.
g.
Batasi pangunjung yang menjenguk
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddart. (1988). Textbook
of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany.
Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.
Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical
Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752
– 779.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana
Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M.
(1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.
Doenges
M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning
Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.
Donna D.Ignatavicius dan Michael, J.
Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W.
B. Saunders Company. Philadelphia.
Hal. 357 – 401.
Engram,
Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2,
(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Goodner, Brenda
& Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis.
Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I.
(terjemahan). Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien
Edisi 3. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar