TINJAUAN TEORI
A.
Definisi
1. Myocarditis
Myocardium lapisan medial dinding jantung yang terdiri atas jaringan otot jantung yang sangat khusus (Brooker, 2001).
Myocardium lapisan medial dinding jantung yang terdiri atas jaringan otot jantung yang sangat khusus (Brooker, 2001).
Myocarditis
adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium. pada umumnya disebabkan
oleh penyakit-penyakit infeksi, tetapi dapat sebagai akibat reaksi alergi
terhadap obat-obatan dan efek toxin bahan-bahan kimia dan radiasi (FKUI, 1999).
Miokarditis
adalah inflamasi fokal atau menyebar dari otot jantung
(miokardium)
(Doenges, 1999).
Dari
pebgertian diatas dapat disimpulkan bahwa myocarditis adalah
peradangan/inflamasi otot jantung oleh berbagai penyebab terutama agen-agen
infeksi.
2. Endocarditis
Endokarditis
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada endokard atau
katub jantung. Infeksi endokarditis biasanya terjadi pada jantung yang telah
mengalami kerusakan. Penyakit ini didahului dengan endokarditis, biasanya
berupa penyakit jantung bawaan, maupun penyakit jantung yang didapat. Dahulu
Infeksi pada endokard banyak disebabkan oleh bakteri sehingga disebut
endokariditis bakterial. Sekarang infeksi bukan disebabkan oleh bakteri saja,
tetapi bisa disebabkan oleh mikroorganisme lain, seperti jamur, virus, dan
lain-lain.
3. Pericarditis
Perikarditis adalah peradangan
perikard parietal, viseral atau keduanya. Perikarditis dibagi atas perikarditis
akut, sub akut dan kronis. Yang sub akut dan kronis mempunyai etiologi dan
pengobatan yang sama.
B.
Etiologi
Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptokokus
viridans yaitu mikroorganisme yang hidup dalam saluran napas bagian atas.
Sebelum ditemuklan antibiotik, maka 90 - 95 % endokarditis infeksi disebabkan
oleh strptokokus viridans, tetapi sejak adanya antibiotik streptokokus viridans
50 % penyebab infeksi endokarditis yang merupakan 1/3 dari sumber infeksi.
Penyebab lain dari infeksi endokarditis yang lebih patogen yaitu stapilokokus
aureus yang menyebabkan infeksi endokarditis subakut. Penyebab lainnya
adalah stertokokus fekalis, stapilokokus, bakteri gram negatif
aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan kandida.
Perikarditis
penyakit idiopatik (beningna), infeksi non spesifik (virus, bakteri, jamur ,
TBC, penyakit kolagen, artritis reumatoid, sistemic lupus eritromatosus,
neoplasma seperti mesotelioma, tumor metastasis, trauma, radiasi, uremia,
infark miokard akut, dressler sindrom, sindrom paska perikardiotomi , dan
diseksi aorta). Walaupun banyak penyebab perikarditis akut, penyebab
paling sering dengan urutan adalah : infeksi virus, infeksi bakteri,
uremia, trauma, sindrom paska infark, sindrom paska perikardiotomi, neoplasma
dan idiopatik.
Penyebab
myocarditis yaitu disebabkan oleh infeksi bakteri, toksin bakteri yang
dihasilkan pada difteri, dan difus mikardial yang disebabkan oleh peradangan
kronik.
C. Tanda
dan Gejala
1. Letih.
2. Detak
jantung tidak teratur
3. Demam
4. Gejala-gejala lain karena gangguan yang
mendasarinya (Griffith, 1994)
5. Menggigil
6. Anoreksia
7. Nyeri dada
8. Dispnea dan disritmia
9. Tamponade ferikardial/kompresi (pada efusi
perikardial) (DEPKES, 1993)
D. Patofisiologi
Konsep patofisiologi peradangan jantung pada miokardium , endokarditis,
dan perikarditis pada dasarnya sama yaitu : Invasi langsung ke miokard, Proses immunologis terhadap
miokard, Mengeluarkan toksin yang merusak miokardium. Pada proses miokarditis
viral ada 2 tahap : yang pertama Fase
akut berlangsung kira-kira satu minggu, dimana terjadi invasi virus ke miokard,
replikasi virus dan lisis sel. Kemudian terbentuk neutralizing antibody dan
virus akan dibersihkan atau dikurangi jumlahnya dengan bantuan makrofag dan
natural killer cell (sel NK).
Pada
fase berikutnya miokard diinfiltrasi oleh sel-sel radang dan system immune akan
diaktifkan antara lain dengan terbentuknya antibody terhadap miokard,akibat
perubahan permukaan sel yang terpajan oleh virus. Fase ini berlangsung beberapa
minggu sampai beberapa bulan dan diikuti kerusakan miokard dari yang minimal
sampai yang berat (FKUI, 1999). Jadi pada dasarnya
terjadi spasme sirkulasi mikro yang menyebabkan proses berulang antara
obstruksi dan reperfusi yang mengakibatkan larutnya matriks miokardium dan
habisnya otot jantung secara fokal menyebabkan rontoknya serabut otot, dilatasi
jantung, dan hipertrofi miosit yang tersisa dan pada akhirnya penderita akan
mengalami sesak nafas, letih, dispnea, dan disritmia. (Elly Nurachmach, 2009).
Patofisiologi endocarditis Kuman
paling sering masuk melalui saluran napas bagian atas selain itu juga melalui
alat genital dan saluran pencernaan, serta pembuluh darah dan kulit. Endokard
yang rusak dengan permukaannya tidak rata mudah sekali terinfeksi dan
menimbulakan vegetasi
yang
terdiri atas trombosis dan fibrin. Vaskularisasi jaringan tersebut biasanya
tidak baik, sehingga memudahkan mikroorganisme berkembang biak dan akibatnya
akan menambah kerusakan katub dan endokard, kuman yang sangat patogen dapat
menyebabkan robeknya katub hingga terjadi kebocoran. Infeksi dengan mudah
meluas ke jaringan sekitarnya, menimbulkan abses miokard atau aneurisme
nekrotik. Pada fase ini penderita akan merasakan demam, dan menggigil karena
proses infesksi tersebut. Bila infeksi mengenai korda tendinae maka dapat
terjadi ruptur yang mengakibatkan terjadinya kebocoran katub. Pembentukan
trombus yang mengandung kuman dan kemudian lepas dari endokard merupakan
gambaran yang khas pada endokarditis infeksi. Besarnya emboli bermacam-macam.
Emboli yang disebabkan jamur biasanya lebih besar, umumnya menyumbat pembuluh
darah yang besar pula. Tromboemboli yang terinfeksi dapat teranggkut sampai di
otak, limpa, ginjal, saluran cerna, jantung, anggota gerak, kulit, dan paru.
Bila emboli menyangkut di ginjal. akan meyebabkan infark ginjal,
glomerulonepritis. Bila emboli pada kulit akan menimbulkan rasa sakit dan nyeri
tekan.
Patofisiologi perikarditis Proses inflamasi dan akibat sekunder
dari fenomena infeksi pada perikarditis akan memberikan respons sebagai
berikut:
1.
Terjadinya
vasodilatasi dengan peningkatan akumulasi cairan ke kantong perikardium.
2. Peningkatan permeabilitas vaskular
sehingga kandungan protein, termasuk fibrinogen atau fibrin, di dalam cairan
akan meningkat.
3. Peningkatan perpindahan leukosit
terutama pada perikarditis purulenta.
4. Perdarahan akibat trauma tembus juga
merupakan penyebab yang mungkin.
Perubahan patologis selanjutnya yang
terjadi berupa terbentuknya jaringan parut dan perlengketan disertai klasifikasi
lapisan perikardium viseral maupun parietal yang menimbulkan suatu perikarditis
konstriktif yang apabila cukup berat akan menghambat pengembangan volume
jantung pada fase diastolic sehingga. Pada kondisi lain, terakumulasinya cairan
pada perikardium yang sekresinya melebihi absorpsi menyebabkan suatu efusi
perikardium. Pengumpulan cairan intraperikardium dalam jumlah yang cukup untuk
menyebabkan obstruksi serius terhadap masuknya darah ke kedua bilik jantung
bisa menimbulkan tamponade jantung. Salah satu komplikasi perikarditis paling
fatal dan memerlukan tindakan darurat tamponade. Tamponade jantung merupakan
akibat peninggian tekanan intraperikardium dan restriksi progresif pengisian
ventrikel.
E.
Pemeriksaan
Penunjang
Pada
pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis atau neutrofilia, anemia
normusitik, normokrom, peningkatan laju endap darah (LED), immunoglobulin serum
meningkat, uji fraksi gamma globulin positif, total hemolitik komplemen dan
komplemen C3 dalam serum menurun, serta kadar bilirubin darah yang sedikit
meningkat.
Pada pemeriksaan urin
didapatkan proteinuria dan mikrohematuria. Foto thorak dilakuakan untuk mencari
tanda – tanda gagal jantung kongestif sebagai komplikasi yang sering, adanya bercak infiltrate kecil multipl pada
penyalahguna narkotika intravena, dan klasifikasi katup. EKG diperlukan untuk
mencari infark tersembunyi yang disebabkan emboli atau vegetasi pada arteri
koronaria, dan gangguan hantaran yang disebabkan endokarditis. Ekokardiografi
perlu untuk melihat vegetasi pada katup aorta, terutama vegetasi yang besar
(>5mm), melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang
progresif, mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis, dan melihat
penutupan katup mitral yang lebih dini.
F.
Penatalaksanaan
Pemberian
obat yang sesuai dengan uji resistensi dipakai obat yang diperkirakan sensitif
terhadap mikroorganisme yang diduga. Bila penyebabnya streptokokus
viridan yang sensitif terhadpa penicillin G , diberikan dosis 2,4 - 6 juta unit
per hari selama 4 minggu, parenteral untuk dua minggu, kemudian dapat diberikan
parenteral / peroral penicillin V karena efek sirnegis dengan streptomicin,
dapat ditambah 0,5 gram tiap 12 jam untuk dua minggu . Kuman
streptokokous fecalis (post operasi obs-gin) relatif resisten terhadap
penisilin sering kambuh dan resiko emboli lebih besar oleh karena itu
digunakan penisilin bersama dengan gentamisin yang merupakan obat pilihan.
Dengan dosis penisilin G 12 - 24 juta unit/hari,dan gentamisin 3 - 5 mg/kgBB
dibagi dalam 2 - 3 dosis. Ampisilin dapat dipakai untuk pengganti penisilin G
dengan dosis 6 - 12 gr/hari . Lama pengobatan 4 minggu dan dianjurkan sampai 6
minggu. Bila kuman resisten dapat dipakai sefalotin 1,5 gr tiap jam (IV) atau
nafcilin 1,5 gr tiap 4 jam atau oksasilin 12 gr/hari atau vankomisin 0,5 gram/6
jam, eritromisin 0,5 gr/8 jam lama pemberian obat adalah 4 minggu. Untuk kuman
gram negatif diberikan obat golongan aminoglikosid : gentamisin 5 - 7 mg/kgBB
per hari, gentamisin sering dikombinsaikan dengan sefalotin, sefazolia 2 - 4
gr/hari , ampisilin dan karbenisilin. Untuk penyebab jamur dipakai
amfoterisin B 0,5 - 1,2 mg/kgB per hari (IV) dan flucitosin 150 mg/Kg BB per
hari peroral dapat dipakai sendiri atua kombinasi. Infeksi yang terjadi katub
prostetik tidak dapat diatasi oleh obat biasa, biasanya memerlukan tindakan
bedah. Selain pengobatan dengan antibiotik penting sekali mengobati penyakit
lain yang menyertai seperti : gagal Jantung . Juga keseimbangan
elektrolit, dan intake yang cukup .
G.
Patways
Virus
masuk
¯
1 minggu
Infasi
virus ke myocardium
¯
Neutralizing
antibody dan neutralizing killer (NK) membasmi
¯
Tubuh mengaktifkan sistem imun & menempel
di myocardium
¯
Kerusakan
pada myocardium entrovirus
sebagai penyebab myocardium diserap
¯ Terbentuknya antibody
¯ Terjadinya spasme Mikrovasuler
¯
Terjadinya proses obstruksi &
reperfusi yg berulang
¯
Larutnya matriks myocardium
Hipertropi miosit dilatasi
jantung rontoknya otot miocardium
Habisnya kompensasi
mekanis & biokimia Nyeri
Payah jantung
Letih nafas pendek detak
jantung demam
Tak teratur
Dx : intoleransi aktifitas pola nafas tidak efektif resiko tinggi hipertermi
Trhdp
penurunan
Curah
jantung
ASKEP
PADA PASIEN PERADANGAN JANTUNG
1.
PENGKAJIAN
Pengkajian
pada pasien peradangan jantung (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :
a. Aktivitas
/ istirahat
Gejala : kelelahan,
kelemahan.
Tanda : takikardia,
penurunan tekanan darah, dispnea dengan aktivitas.Sirkulasi
Gejala : riwayat demam rematik, penyakit jantung congenital, bedah jantung, palpitasi,jatuh pingsan.
Gejala : riwayat demam rematik, penyakit jantung congenital, bedah jantung, palpitasi,jatuh pingsan.
Tanda : takikardia,
disritmia, perpindaha titik impuls maksimal, kardiomegali, frivtion rub,
murmur, irama gallop (S3 dan S4), edema, DVJ, petekie, hemoragi splinter, nodus
osler, lesi Janeway.
b. Eleminasi
Gejala : riwayat penyakit ginjal/gagal ginjal ; penurunan frekuensi/jumlsh urine.
Tanda : urin pekat gelap.
Gejala : riwayat penyakit ginjal/gagal ginjal ; penurunan frekuensi/jumlsh urine.
Tanda : urin pekat gelap.
c. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri pada
dada anterior (sedang sampai berat/tajam) diperberat oleh inspirasi, batuk,
gerakkan menelan, berbaring. Tanda : perilaku distraksi, misalnya gelisah.
d. Pernapasan
Gejala : napas pendek ; napas pendek kronis memburuk pada malam hari (miokarditis).
Tanda : dispnea, DNP (dispnea nocturnal paroxismal) ; batuk, inspirasi mengi ; takipnea, krekels, dan ronkhi ; pernapasan dangkal.
Gejala : napas pendek ; napas pendek kronis memburuk pada malam hari (miokarditis).
Tanda : dispnea, DNP (dispnea nocturnal paroxismal) ; batuk, inspirasi mengi ; takipnea, krekels, dan ronkhi ; pernapasan dangkal.
e. Keamanan
Gejala : riwayat infeksi virus, bakteri, jamur (miokarditis ; trauma dada ; penyakit keganasan/iradiasi thorakal ; dalam penanganan gigi ; pemeriksaan endoskopik terhadap sitem GI/GU), penurunan system immune, SLE atau penyakit kolagen lainnya.
anda : demam
Gejala : riwayat infeksi virus, bakteri, jamur (miokarditis ; trauma dada ; penyakit keganasan/iradiasi thorakal ; dalam penanganan gigi ; pemeriksaan endoskopik terhadap sitem GI/GU), penurunan system immune, SLE atau penyakit kolagen lainnya.
anda : demam
f. Penyuluhan
/ Pembelajaran
Gejala : terapi
intravena jangka panjang atau pengguanaan kateter indwelling atau
penyalahgunaan obat parenteral.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah
pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan
(Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi
miokardium, efek-efek sistemik dari infeksi, iskemia jaringan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot miokard, penurunan curah jantung.
3. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
berhubungan dengan degenerasi otot jantung, penurunan/kontriksi fungsi
ventrikel.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri
Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol.
Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
-
Klien tampak tenang.
intervensi
1.
Selidiki
keluhan nyeri dada, perhatikan awitan dan faktor pemberat atau penurun.
Perhatikan petunjuk nonverbal dari ketidaknyamanan, misalnya ; berbaring dengan
diam/gelisah, tegangan otot, menangis.
R : pada nyeri ini memburuk pada inspirasi dalam, gerakkan
atau berbaring dan hilang dengan duduk tegak/membungkuk.
2. perubahan posisi, gosokkan punggung,
penggunaan kompres hangat/dingin, dukungan emosional.
R : tindakan ini dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan
emosional pasien.
3. Berikan aktivitas hiburan yang
tepat.
R : mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam
tingkat aktivitas individu.
4. Kolaborasi pemberian obat-obatan
sesuai indikasi (agen nonsteroid : aspirin, indocin ; antipiretik ; steroid).
R : dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi,
menurunkan demam ; steroid diberikan untuk gejala yang lebih berat.
5. kolaborasi pemberian oksigen suplemen sesuai
indikasi.
R : memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menurunkan
beban kerja jantung.
2. Intoleransi aktivitas
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa
aktivitas tanpa
dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi
1. Kaji respons pasien terhadap
aktivitas. Perhatikan adanya perubahan dan keluhan kelemahan, keletiahan, dan
dispnea berkenaan dengan aktivitas.
R : miokarditis menyebabkan inflamasi dan kemungkinan kerusakan fungsi sel-sel miokardial.
R : miokarditis menyebabkan inflamasi dan kemungkinan kerusakan fungsi sel-sel miokardial.
2. Pantau frekuensi/irama jantung, TD,
dan frekuensi pernapasan sebelum dan setelah aktivitas dan selama diperlukan.
R : membantu menentukan derajat dekompensasi jantung dan
pulmonal. Penurunan TD, takikardia, disritmia, dan takipnea adalah indikatif
dari kerusakan toleransi jantung terhadap aktivitas.
3. Pertahankan tirah baring selama
periode demam dan sesuai indikasi.
R : meningkatkan resolusi inflamasi selama fase akut.
R : meningkatkan resolusi inflamasi selama fase akut.
4. Rencanakan perawatan dengan periode
istirahat/tidur tanpa gangguan.
R : memberikan keseimbangan dalam kebutuhan dimana aktivitas bertumpu pada jantung
R : memberikan keseimbangan dalam kebutuhan dimana aktivitas bertumpu pada jantung
5. Bantu pasien dalam program latihan
progresif bertahap sesegera mungkin untuk turun dari tempat tidur, mencatat
respons tanda vital dan toleransi pasien pada peningkatan aktivitas.
R : saat inflamasi/kondisi dasar teratasi, pasien mungkin
mampu melakukan aktivitas yang diinginkan, kecuali kerusakan miokard
permanen/terjadi komplikasi.
6. kolaborasi pemberian oksigen
suplemen sesuai indikasi.
R : memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menurunkan beban kerja jantung.
R : memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menurunkan beban kerja jantung.
3. Risiko tinggi terhadap penurunan
curah jantung
Tujuan : mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban
kerja jantung.
Kriteria Hasil : - melaporkan/menunjukkan penurunan periode dispnea, angina, dan disritmia
Kriteria Hasil : - melaporkan/menunjukkan penurunan periode dispnea, angina, dan disritmia
- memperlihatkan irama dan frekuensi
jantung stabil.
Intervensi
1. Pantau frekuensi/irama jantung, TD,
dan frekuensi pernapasan sebelum dan setelah aktivitas dan selama diperlukan.
R : membantu menentukan derajat dekompensasi jantung dan
pulmonal. Penurunan TD, takikardia, disritmia, dan takipnea adalah indikatif
dari kerusakan toleransi jantung terhadap aktivitas.
2. Pertahankan tirah baring dalam
posisi semi-Fowler.
R : menurunkan beban kerja jantung, memaksimalkan curah jantung.
R : menurunkan beban kerja jantung, memaksimalkan curah jantung.
3. Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan
jarak/muffled tonus jantung, murmur, gallop S3 dan S4.
R : memberikan deteksi dini dari terjadinya komplikasi
misalnya : GJK, tamponade jantung.
4. Berikan tindakan kenyamanan misalnya ;
perubahan posisi, gosokkan punggung, dan aktivitas hiburan dalam tolerransi
jantung.
R : meningkatkan relaksasi dan mengarahkan kembali perhatian.
R : meningkatkan relaksasi dan mengarahkan kembali perhatian.
4. IMPLEMENTASI
1. Menyelidiki keluhan nyeri dada, perhatikan awitan dan faktor pemberat
atau penurun.2. Perhatikan petunjuk nonverbal dari ketidaknyamanan, misalnya ;
berbaring dengan diam/gelisah, tegangan otot, menangis.
2. Berkolaborasi pemberian oksigen suplemen
sesuai indikasi
3. Memberikan aktivitas hiburan yang tepat
lingkungan yang tenang dan tindakan kenyamanan misalnya ; perubahan posisi,
gosokkan punggung, penggunaan kompres hangat/dingin, dukungan emosional.
4. Berkolaborasi pemberian obat-obatan
sesuai indikasi (agen nonsteroid : aspirin, indocin ; antipiretik ; steroid).
5. Mengkaji respons pasien terhadap
aktivitas. Perhatikan adanya perubahan dan keluhan kelemahan, keletiahan, dan
dispnea berkenaan dengan aktivitas.
6. Mempertahankan tirah baring selama periode
demam dan sesuai indikasi.
7. Memantau frekuensi/irama jantung,
TD, dan frekuensi pernapasan sebelum dan setelah aktivitas dan selama
diperlukan.
5. EVALUASI
Evaluasi
addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien
dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Nyeri hilang atau terkontrol.
1. Nyeri hilang atau terkontrol.
2.
Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3.
Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
4.
Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan
DAFTAR
PUSTAKA
Boedihartono,
1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta.
Brooker,
Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta.
DEPKES.
1993. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. EGC
: Jakarta.
Doenges,
E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.
Dorland,
W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI.
1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta.
Griffith.
1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta.
Nasrul
Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar