BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Insiden
kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta
orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di
Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.
Angka kejadian cholelithiasis dan saluran empedu
umum ditemukan, bahkan dapat membutuhkan tindakan pembedahan dan dapat
mengancam jiwa. Penyakit ini berhubungan dengan inflamasi kalkuli. Pada banyak
kasus, penyakit saluran empedu dan kandung empedu terjadi pada usia
pertengahan. Usia antara 20-50 tahun , enam kali lipat tetapi insidensi antara
laki-laki dan perempuan sama di atas usia 50 tahun.
Insiden batu
kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada
penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan
secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat
operasi untuk tujuan yang lain.
Dengan
perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak
penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah
kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin
kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan
moralitas. Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila
batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran
klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas
sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).
B.
TUJUAN
a.
Tujuan
Umum
Untuk mengetahui
penyebab cholethiasis, tanda gejala, patofisiologi, penatalaksanaan serta
masalah keperawatan yang muncul pada kasus cholelithiasis
b.
Tujuan
Khusus
1.
Agar
mahasiswa mengetahui dan memahami definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan pada Kolelitiasis.
2.
Meningkatkan
kemampuan dalam penulisan asuhan keperawatan
BAB II
KONSEP DASAR
A.
PENGERTIAN
Batu Empedu
adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu.
Batu yang
ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu
di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.
Cholelithiasis
adalah adanya batu di saluran kandung empedu atau empedu: ''kole-''berarti
"empedu",''Lithia''berarti "batu", dan-sis''''berarti
"proses".sebuah ukuran batu empedu bisa bervariasi dan dapat sekecil
butiran pasir atau sebagai besar sebagai bola golf.
B.
ETIOLOGI
1.
Kecenderungan keturunan dalam
keluarga ( kebiasaan mengkonsumsi kolesterol yang berlebihan
2.
Kegemukan ( mungkin disebabkan
kelainan metabolisme lemak)
3.
Kehamilan (obat estrogn), pil KB
(perubahan hormone dan pelambatan kontraksi otot kandung empedu. Menyebabkan
penurunan kecepatan pengososngan kandung empedu) angka kejadian meningkat pada
wanita yang hamil berulang.
Batu di
dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu
dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein. Macam-macam
batu yang terbentuk antara lain:
a.
Batu empedu kolesterol, terjadi
karena : kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi empedu.
Faktor lain yang berperan dalam
pembentukan batu:
Ø Infeksi
kandung empedu
Ø Usia yang
bertambah
Ø Obesitas
Ø Wanita
Ø Kurang makan
sayur
b.
Batu pigmen empedu , ada dua macam;
Batu pigmen hitam : terbentuk di
dalam kandung empedu dan disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
Batu pigmen coklat : bentuk lebih
besar , berlapis-lapis, ditemukan disepanjang saluran empedu, disertai
bendungan dan infeksi
C.
FAKTOR
RESIKO
Kolelitiasis dapat
terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak
faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
1.
Jenis Kelamin
Wanita mempunyai
resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini
dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen
juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan
terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu
dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2.
Usia
Resiko untuk terkena
kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia >
60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang
degan usia yang lebih muda.
3.
Makanan
Intake rendah klorida,
kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal)
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan
penurunan kontraksi kandung empedu.
4.
Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat
keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
5.
Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas
fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin
disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
6.
Penyakit usus halus
Penyakit yang
dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel
sabit, trauma, dan ileus paralitik.
7.
Nutrisi intravena
jangka lama
Nutrisi intravena
jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi,
karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko
untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
D.
PATOFISIOLOGI
Batu empedu
terdapat di dalam kandung empedu atau dapat bergerak kearea lain dari system
empedu. Pada saat pengosongan kandung empedu atau pengisian kandung empedu batu
dapat pindah dan terjebak dalam leher kandung empedu. Selain leher cysticduct
(saluran cyste), atau saluran empedu menyebabkan bebuntuan. Ketika empedu tidak
bias mengalir dari kandung empedu. Terjadi bendungan dan iritasi lokal dari
batu empedu menyebabkan radang batu empedu (cholecystitis)
Faktor yang mendukung :
a.
Kadar kolesterol yang tinggi pada
empedu
b.
Pengeluaran empedu yang berkurang
c.
Kecepatan pengosongan kandung empedu
yang menurun
d.
Perubahan pada konsentrasi empedu
atau bendungan empedu pada kandung empedu
E.
MANIFESTASI KLINIS
1.
Epigastrium kanan terasa nyeri dan
spasme, menjalar ke pundak kanan atau punggung.
2.
Kandung empedu membesar dan nyeri
3.
Ikterus = Perubahan warna Kulit
4.
Kadang terdapat nyeri di kwadran
kanan atas
5.
Mual dan muntah
6.
Kembung
7.
Febris (38,5°C)
8.
Beraknya warna pucat, kencing warna
gelap sebagai
9.
Blumberg
Signs ( kekakuan dan nyeri lenting)
10.
Berkurangnya absorbsi lemak dan
vitamin yang larut di usus
F.
PENATALAKSANAAN
1.
Diet
Rendah lemak dalam usaha mencegah
nyeri lebih lanjut.
Bila batu menyebabkan pembuntuan
dari aliran empedu dilakuakn penggantian vitamin yang larut lemak (ADEK) dan
pemberian garam empedu untuk membantu pencernaan dan absorbst vitamin.
Infus cairan dan makanan bila ada
masalah mual-mual dan muntah .
2.
Terapi Obat
Analgesik/narkotik (meperidine
hydrochloric/Demerol)
Antispasme dan anti Colinergik
(prophantheline bromide / probanthine) untuk relaksasi otot polos dan
menurunkan tonus dan spasme saluran empedu.
Antimuntah
lentik mengontrol mual dan muntah.
Terapi asam empedu untuk melarutkan
batu empedu yang kecil (chenodiol)
Cholesteramine untuk menurunkan
gatal yang sangat karena penumpukan berlebihan empedu pada kulit.
3.
ESWL (Extracorporeal Shock Wave
Lithotherapy)
4.
Colecystectomy: Bedah pengambilan
batu empedu
G.
KOMPLIKASI COLECYSTEKTOMY
Penghapusan
kandung empedu ( kolesistektomi ) adalah prosedur yang relatif cepat dan aman,
tetapi , seperti semua operasi , ada risiko kecil komplikasi .
1. Infeksi
Infeksi dapat terjadi setelah jenis operasi perut dan
terjadi pada sekitar 1 di 15 cholecystectomies . Kedua infeksi luka sederhana
dan infeksi dalam perut Anda dapat diobati dengan kursus singkat antibiotik .
2. Risiko dari anestesi umum
Ada beberapa komplikasi serius yang
berhubungan dengan memiliki anestesi umum , tetapi ini sangat jarang .
Komplikasi termasuk reaksi alergi dan kematian . Menjadi bugar dan sehat
sebelum operasi Anda mengurangi risiko komplikasi yang terjadi
3. Pendarahan (Bleeding)
Perdarahan dapat terjadi setelah operasi
Anda , meskipun hal ini jarang terjadi . Jika perdarahan tidak terjadi, itu
mungkin memerlukan operasi lebih lanjut melalui bekas luka lubang kunci yang
sama seperti operasi pertama Anda .
4. Kebocoran empedu (Bile Leakage)
Ketika kantong empedu dihapus , klip
khusus digunakan untuk menutup tabung yang menghubungkan kandung empedu ke
saluran empedu utama , menguras hati . Namun ,cairan empedu kadang-kadang bisa
bocor keluar .Kadang-kadang cairan ini dapat dikeringkan . Dalam kasus yang
jarang terjadi , operasi diperlukan untuk mengalirkan empedu dan membersihkan
bagian dalam rongga perut. Kebocoran empedu terjadi pada sekitar 1-2 % kasus .
5.
Cedera
pada saluran empedu
Komplikasi yang paling serius dari
operasi kandung empedu adalah cedera pada saluran empedu , yang terjadi pada
sekitar 1 dari 500 kasus . Jika saluran empedu terluka selama operasi ,
dimungkinkan untuk memperbaikinya langsung . Dalam beberapa kasus , operasi
korektif yang kompleks dan besar diperlukan setelah operasi asli Anda .
6.
Cedera
usus , usus dan pembuluh darah
Instrumen lubang kunci yang digunakan
untuk menghapus kantong empedu dapat melukai sekitar struktur , seperti usus ,
usus dan pembuluh darah . Risiko meningkat jika kandung empedu meradang .
Jenis cedera jarang terjadi dan biasanya
dapat diperbaiki pada saat operasi . Kadang-kadang cedera adalah melihat
setelah itu dan operasi lebih lanjut diperlukan .
7. Sindrom pasca - kolesistektomi
Sekitar satu dari tujuh orang akan mengalami gejala yang mirip dengan - meskipun biasanya jauh lebih ringan - yang disebabkan oleh batu empedu setelah operasi , seperti :
a. sakit perut
b. gangguan pencernaan
c. diare
d. menguning mata dan kulit ( jaundice )
e. suhu tinggi ( demam ) dari 38 ° C ( 100,4 ° F ) atau di atas
Hal ini dikenal sebagai sindrom pasca - kolesistektomi ( PCS ) . PCS tetap kondisi kurang dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh gerakan empedu diubah melalui tubuh . Misalnya , empedu dapat bocor ke dalam perut , menyebabkan iritasi .
Beberapa kasus PCS mungkin merupakan hasil dari batu masih terjebak dalam saluran empedu
Dalam kebanyakan kasus gejalanya ringan dan singkat , tetapi sekitar satu dari tiga kasus gejalanya menetap selama berbulan-bulan . Jika Anda memiliki gejala persisten ,Anda harus menghubungi dokter Anda untuk meminta nasihat. Salah satu pilihan adalah untuk melaksanakan retrograde cholangiopancreatography endoskopi ( ERCP ) untuk memeriksa setiap batu empedu yang tersisa .
Ada juga obat-obatan , seperti antasida , inhibitor pompa proton dan loperamide , yang dapat digunakan untuk membantu meringankan gejala seperti sakit perut , gangguan pencernaan dan diare .
H.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Tes laboratorium :
1.
Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N :
5000 - 10.000 iu).
2.
Bilirubin : meningkat ringan, (N : <
0,4 mg/dl).
3.
Amilase serum meningkat.( N: 17 -
115 unit/100ml).
4.
Protrombin menurun, bila aliran dari
empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga menyebabkan penurunan
absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt).
5.
USG : menunjukkan adanya bendungan
/hambatan , hal ini karena adanya batu empedu dan distensi saluran empedu (
frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)
6.
Endoscopic Retrograde choledocho
pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang
saluran empedu melalui ductus duodenum.
7.
PTC (perkutaneus transhepatik
cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk menentukan adanya batu dan
cairan pankreas.
8.
Cholecystogram (untuk Cholesistitis
kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar.
9.
CT Scan : menunjukkan gellbalder
pada cysti, dilatasi pada saluran empedu, obstruksi/obstruksi joundice.
10. Foto Abdomen
:Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada saluran atau
pembesaran pada gallblader.
I.
PATHWAYS
PRE OPERASI POST OPERASI
J.
PENGKAJIAN
1.
Aktivitas dan istirahat:
a.
Subyektif : kelemahan
b.
Obyektif : kelelahan
2.
Sirkulasi :
a.
Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
3.
Eliminasi :
a.
Subektif : Perubahan pada warna
urine dan feces
b.
Obyektif :
Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine pekat
.
4.
Makan / minum (cairan)
Subyektif :
Ø
Anoreksia, Nausea/vomit.
Ø
Tidak ada toleransi makanan lunak
dan mengandung gas.
Ø
Regurgitasi ulang, eruption,
flatunasi.
Ø
Rasa seperti terbakar pada
epigastrik (heart burn).
Ø
Ada peristaltik, kembung dan
dyspepsia.
Obyektif :
Ø
Kegemukan.
Ø
Kehilangan berat badan (kurus).
5.
Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :
ü
Nyeri abdomen menjalar ke
punggung sampai ke bahu.
ü
Nyeri apigastrium setelah makan.
ü
Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak
setelah 30 menit.
Obyektif :
Cenderung teraba lembut pada
klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini
dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan
tanda marfin (+).
6.
Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang,
pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
7.
Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice,
kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan (defisiensi Vit K ).
8.
Pemeriksaan Penunjang
a.
SGOT, LDL (Low Density Lipoprotein)
meningkat
b.
Bilurubin direk dan indirek
meningkat bila terjadi obstruksi (pembuntuan)
c.
Lekosit meningkat sebagai tanda
radang.
d.
Bila ada keterlibatan pancreas,
emylase darah dan amylase urin meningkat.
e.
Amylase adalah : suatu enzim
pencernaan yang diproduksi oleh pankreas.
f.
Rontgen
g.
Oral cholecystogram
h.
MRI
i.
CT Scan
j.
USG : adalah yang paling sensitive
atau spesifik dan invasive dan tidak mahal. Untuk mendeteksi batu empedu.
k.
ERCP membutuhkan pemeriksaan pada saluran
empedu dalam prosedur ini sebuah alat endoscopy dimasukkan melalui duodenum dan
papilla vater, cairan kontras radiopague dimassukkan pada saluran empedu
memunculkan bayangan kontras pada X-Ray. Batu pada empedu meuncul sebagai
Filling defects (batunya) pada saluran yang putih (opak) sekarang ERCP biasanya
digunakan bersama-sama dengan ERS (endoscopic retrograde sphincteromy) dan
pengeluaran batu empedu.
K.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Nyeri akut berhubungan dengan
obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi, iskemia jaringan / nekrisis
2.
Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan substansi kimia, bilirubin meningkat
3.
Resiko ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan pencernaan lemak, mual
muntah, dispepsia, nyeri
4.
Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan keluarnya cairan empedu
L.
INTERVENSI
1.
Nyeri akut berhubungan dengan
obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi, iskemia jaringan / nekrisis
Tujuan : Nyeri terkontrol,
teradaptasi
Kriteria hasil :
-
Penurunan respon terhadap nyeri
(ekspresi)
-
Laporan nyeri terkontrol
Rencana intervensi :
a.
Observasi catat lokasi, tingkat dan
karakter nyeri
b.
Catat respon terhadap obat nyeri
c.
Tingkatkan tirah baring (fowler) /
posisi yang nyaman
d.
Ajarkan teknik relaksasi (nafas
dalam)
e.
Ciptakan lingkungan yang nyaman
(turunkan suhu ruangan)
f.
Kompres hangat
g.
Kolaborasi
dengan TIM medis pemberian :
ü
Antibiotik
ü
Analgetik
ü
Sedatif
ü
Relaksasi otot halus
2.
Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan substansi kimia, bilirubin meningkat
Kriteria hasil :
-
Tidak ada luka/ lesi pada kulit
-
Menunujukkan pemahaman dalam proses
perbaikan kulit
Rencana intervensi :
a.
Anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang longgar
b.
Hindari kerutan pada tempat tidur
c.
Jaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering
d.
Monitor kulit adanya kemerahan
e.
Observasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka, karakteristik, warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik
3.
Resiko ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan pencernaan lemak, mual
muntah, dispepsia, nyeri
Tujuan : Menunjukkan kestabilan BB
Kriteria hasil : BB stabil, laporan
tidak mual muntah
Rencana intervensi :
a.
Kaji perkiraan kebutuhan kalori
tubuh
b.
Timbang BB sesuai indikasi
c.
Diskusi menu yang disukai dan
ditoleransi
d.
Anjurkan gosok gigi sebelum atau
sesudah makan
e.
Konsultasi pada ahli gizi untuk
menetapkan diit yang tepat
f.
Anjurkan mengurangi makan na
berlemak dan menghasilkan gas
g.
Kaji distensi abdomen, berhati-hati,
menolak gerak
4.
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan keluarnya cairan empedu
Kriteria
hasil :
Ø
Klien
bebas dari tanda dan gejala infeksi
Ø
Jumlah
leukosit dalam batas normal
Rencana intervensi :
a.
Kaji
tanda dan gejala infeksi
b.
Monitor
pemeriksaan leukosit
c.
Monitor
suhu badan setiap 4 jam
d.
Pertahankan
teknik aseptif
e.
Dorong
masukan cairan
f.
Kolaborasi
pemberian antibiotik
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Nama Mahasiswa :
Lukman Febrianto
Tanggal
Pengkajian : 17 Desember 2014
Tanggal Masuk : 6 Desember 2014
No. RM : C510150
I.
Identitas
Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 50 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Alamat : Margamulya RT 3/ 1
Kec. Kedungbanteng, Kab. Tegal
Diagnosa
medis : Cholelithiasis dengan
bile leakage post colecystectomy
Identitas
Penanggung Jawab
Nama : Tn. K
Umur :
28 tahun
Alamat : Margamulya RT 3/ 1 Kec. Kedungbanteng,
Kab. Tegal
Pekerjaan : -
Hub. dengan pasien :
Anak pasien
II.
Riwayat
Kesehatan
1.
Keluhan
Utama
Pasien
mengatakan nyeri pada perut bekas operasi
2.
Riwayat
Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan ± 2 minggu SMRS pasien mengeluh
badan kuning, mata kuning, nyeri perut, lalu pasien dibawa ke RSUD Soesilo
Slawi dengan diagnosa batu empedu (berdasarkan USG abdomen). Setelah itu
dilakukan operasi pengangkatan kantung empedu (22/11/2014). Setelah 2 minggu,
selang drain keluar cairan berwarna kuning kehijauan. Pagi harinya pasien
dirujuk ke RSUP
Dr Kariadi Semarang. Saat ini
pasien mengeluh nyeri pada perut bekas operasi. Nyeri diperberat bila bergerak
dan berkurang bila istirahat. Nyeri dirasakan hilang timbul. Skala Nyeri 2.
Nyeri seperti cekot-cekot.
3.
Riwayat
Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan sebelum sakit seperti sekarang,
pasien sering mengkonsumsi makanan berlemak seperti gorengan. Hal ini
diperberat karena pasien juga jarang mengkonsumsi sayuran. Pasien tidak
mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes melitus. Pasien juga baru sudah 3
kali dirawat di RS dengan penyakit yang sama seperti yang dialami sekarang.
4.
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Pasien
mengatakan keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat keturunan seperti
kencing manis dan hipertensi.
III.
Pola
Fungsi Kesehatan
1.
Pola
Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Sebelum
sakit : Pasien mengatakan dirinya
jarang mengecek kesehatannya.
pasien baru mau mengontrol kesehatannya jika
penyakitnya
sudah mulai parah
Selama
sakit : Pasien akan lebih menjaga
kesehatannya
2.
Pola
Nutrisi dan Metabolik
Sebelum
sakit : Pasien mengatakan makan
sehari 3 kali dengan menu nasi,
lauk dan jarang makan sayur. Makan habis1
porsi.
Minum 6-7
gelas/hari
Selama
sakit : Pasien mengatakan makan
sehari 3 kali dengan menu bubur,
lauk, sayur dan buah. Makan hanya habis ½
porsi.
Minum 5-6
gelashari.
3.
Pola
Eliminasi
Sebelum
sakit : Pasien mengatakan BAK 3-4
kali/ hari dengan warna kuning,
bau
khas, dan tidak ada keluhan saat BAK. BAB 2 kali/hari
dengan
konsistensi lembek, bau khas, warna kuning.
Selama
sakit : Pasien mengatakan BAK 4-5
kali/ hari dengan warna kuning
kuning, bau
khas, pancaran lemah. Pasien sudah 1 hari ini
belum BAB.
4.
PolaAktivitas
Sebelum
sakit : Pasien mengatakan
aktivitasnya dilakukan secara mandiri
Selama
sakit : Pasien hanya bedrest dan
jika ingin ke toilet dibantu oleh
keluarga
5.
Pola
Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit :
Pasien mengatakan tidur malam ± 5-6 jam. Jarang tidur siang.
Tidak ada keluhan saat tidur
Selama sakit :
Pasien mengatakan tidur malam ± 3-4 jam. Tidur siang ± 1-2
jam setelah
makan siang
6.
Pola
Sensori dan Kognitif
Sebelum
sakit : Pasien tidak mengalami
gangguan seperti penglihatan,
pendengaran,dll
Selama
sakit : Pasien hanya mengeluh
nyeri pada perut bekas operasi
7.
Pola
Hubungan dengan orang lain
Sebelum
sakit : Pasien berkomunikasi dengan
keluarga dan lingkungan sekitar
dengan baik
Selama
sakit : Pasien hanya berkomunikasi
dengan keluarga karena pasien
dirawat di RS
8.
Pola
Reproduksi dan Seksual
Sebelum
sakit : Pasien tidak ada gangguan
pada pola seksualnya
Selama
sakit : Pasien tidak bisa memenuhi
kewajiban sebagai seorang istri
karena terbaring lemah di RS
9.
Pola
Persepsi dan Konsep Diri
Sebelum
sakit : Status emosional, fungsional
dan konsep diri baik
Selama
sakit : - Pasien terbaring lemah
-
Identitas
diri : pasien biasa beraktivitas secara mandiri dan bekerja
-
Peran
: Pasien tidak bisa memenuhi kewajiban sebagai istri dan bekerja mencari nafkah
10.
Pola
Mekanisme Koping
Sebelum sakit :
Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah mengalami
penyakit yang
parah. Jika ada keluhan yang dialami dirinya
pasien selalu
membicarakan dengan keluarganya terutama
suaminya.
Selama sakit :
Pasien baru pertama kali mengalami sakit yang parah seperti
sekarang ini.
Pasien selalu mengeluh nyeri pada luka
bekas
operasi dan
pasien hanya bisa pasrah dan bersedia mengikuti
prosedur tindakan
yang dilakukan perawat/dokter dalam upaya
untuk kesembuhan
dirinya.
11.
Pola
Nilai Keyakinan
Sebelum
sakit : Pasien solat 5 waktu dalam
sehari
Selama
sakit : Pasien hanya bisa berdoa
agar penyakitnya bisa segera
sembuh
IV.
Pemeriksaan
Fisik
1.
Tingkat
kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Kesadaran
umum : lemah
2.
Vital
Sign
TD : 140/90 mmHg Suhu : 38°C
RR : 18 kali/ menit Nadi :
86 kali/ menit
3.
Antropometri
Tinggi
badan : 164 cm IMT = BB = 50 = 18,65
BB
sebelum sakit : 60 Kg (TB x TB) (1,64 x 1,64)
BB
selama sakit : 50 Kg
Penurunan
BB 10 Kg
Interpretasi
: IMT Kategori
< 18,5 BB Kurang
18,5 – 22,9 BB normal (ideal)
≥ 23,0 Kelebihan BB
4.
Pemeriksaan
Kepala
Bentuk : Mesochepal
Rambut : Hitam lurus beruban
Mata : Kemampuan penglihatan baik,
konjungtiva non anemis
Hidung : Bersih, tidak ada polip
Telinga : Kemampuan pendengaran baik, tidak ada
serumen
Mulut : Selaput mukosa baik, bibir lembab
5.
Pemeriksaan
Paru
Inspeksi : Simetris, tidak menggunakan
otot bantu pernafasan
Palpasi : Taktil fremitus sama
kanan-kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
6.
Pemeriksaan
Jantung
Inspeksi : Simetris, ictus cordis tak
tampak
Palpasi : Ictus cordis tak teraba,
tidak ada pembesaran jantung
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Suara murni batas jantung I-II
7.
Pemeriksaan
Abdomen
Inspeksi : Simetris, terdapat luka post
operasi
Auskultasi : Bising usus 14 kali/ menit
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada
kuadran 1
Perkusi : Tympani
8.
Ekstremitas
Atas : Terpasang selang infus
D5+1/2 NS 20 tpm, skala kekuatan
otot 5, kebersihan kuku terjaga
Bawah : Skala kekuatan otot 5, kebersihan kuku
terjaga
V.
Therapi
1.
Infus
D5+1/2 NS 20 tpm
2.
Cefadroxil 2 x 500 mg
3.
Paracetamol 3 x 500 mg
4.
Asam
Traneksamat 3 x 500 mg
VI.
Pemeriksaan
Laboratorium
1.
Hematologi
Paket ( 11/12/2014)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan keterangan
a.
Hemoglobin 10,3 g/dl 12,00 – 15,00 L
b.
Hematokrit 29,9 %
35 – 47 L
c.
Eritrosit 3,5 10ˆ6/uL
4,4 – 5,9 L
d.
MCH 29,5 pg 27,00 – 32,00
e.
MCV 85, 7 fL
76 – 96
f.
MCHC 34,4 g/dl
29,00 – 36,00
g.
Leukosit 15,9 10ˆ3/uL
3,6 – 11 H
h.
Trombosit 588 10ˆ3/uL
150 – 400 H
i.
RDW 15,7 % 11,60 – 14,80
H
j.
MPV 8,9 fL
4,00 – 11,00
2.
Kimia
Klinik (16/12/2014)
Albumin 3,7 g/dl 3,4 – 5,0
VII.
Pemeriksaan
Radiologi
1.
X
foto thoraks AP (Asimetris) / 11
Desember 2014
Klinis : Post Cholecystectomy
COR : Bentuk dan corakan normal
Pulmo : -
Corakan vesikuler meningkat
-
Tak
tampak bercak pada kedua lapangan paru
-
Tampak
opasitas bentuk linier pada lapangan paru kanan
Kesan : - COR tampak membesar
-
Pulmo
tak tampak infiltrat
-
Opasitas
bentuk linier pada lapangan bawah paru kanan curiga plate like atelektasis
-
Efusi
pleura kanan
-
Diafragma
kanan letak tinggi
ANALISA DATA
No
|
Data Fokus
|
Masalah
|
Etiologi
|
1.
|
Ds
: - Pasien mengatakan nyeri pada perut post operasi.
Nyeri diperberat bila bergerak dan berkurang
bila
istirahat. Nyeri dirasakan hilang timbul
- Pasien mengatakan nyeri seperti
cekot-cekot. skala nyeri 2
Do
: - Pasien tampak menahan sakit
- Terdapat luka bekas operasi
- TD = 140/90 mmHg Suhu = 38°C
Nadi = 86 kali/m RR = 18 kali/menit
|
Nyeri
|
Luka post operasi
|
2.
|
Ds : - Pasien
mengatakan badannya terasa panas
- Pasien mengatakan merasakan nyeri pada
luka post operasi
Do : - Suhu badan 38°C
- Leukosit 15,9 10ˆ3/uL
- Terjadi bile lekage post
colecystectomy
|
Resiko tinggi infeksi
|
Port de entry
|
3.
|
Ds : - Pasien
mengatakan makan hanya habis ½ porsi
-
Pasien
mengatakan tidak nafsu makan
Do : - BB
sebelumnya 60 kg Tinggi badan : 164
cm
BB sekarang 50 kg
- IMT = 18,65
- Albumin 3,7 g/dl, Hemoglobin 10,3 g/dl
(L) , hematokrit 29,9 % (L)
- Diit yang diperoleh adalah diit biasa
(Nasi, lauk, sayur dan buah)
|
Resiko kekurangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
|
Intake makan tidak adekuat
|
PRIORITAS DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Nyeri
berhubungan dengan luka post operasi
2.
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry
3.
Resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makan tidak adekuat
INTERVENSI
Hari/tgl/jam
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan dan
Kriteria
Hasil
|
Intervensi
|
TTD
|
Rabu,
17 Desember 2014
|
Nyeri
berhubungan dengan luka post operasi
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan masalah teratasi dengan KH :
- Mampu mengontrol nyeri
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
- TTV dalam rentang normal
|
1. Kaji nyeri secara komprehensif
2. Kaji koping terhadap nyeri
3. Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
4. Ajarkan teknik non farmakologi :
a. Relaksasi distraksi
b. Nafas dalam
c. Kompres hangat/dingin
5. Tingkatkan istirahat
6. Monitor vital sign
7. Kolaborasi dengan dokter pemberian
analgetik
|
Lukman
|
Rabu,
17 Desember 2014
|
Resiko tinggi
infeksi berhubungan dengan port de entry
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan masalah teratasi dengan KH :
- Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
|
1. Kaji tanda gejala infeksi
2. Kaji suhu badan klien tiap 4 jam
3. Observasi pemeriksaan leukosit
4. Observasi keadaan luka
5. Lakukan perawatan luka
6. Dorong masukan cairan
7. Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik
|
Lukman
|
Rabu,
17 Desember 2014
|
Resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makan tidak adekuat
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan masalah teratasi dengan KH :
- Nafsu makan meningkat
- Makan habis 1 porsi
- BB ideal
|
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Monitor adanya penurunan BB
3. Monitor intake nutrisi
4. Monitor tugor kulit
5. Monitor mual muntah
6. Anjurkan banyak minum
7. Kolaborasi dengan dokter pemberian
antiemetik (bila mual muntah)
|
Lukman
|
IMPLEMENTASI
Hari/tgl/jam
|
No.
Dx
|
Implementasi
|
Respon
Klien
|
TTD
|
Rabu, 17 Desember 2014
Pukul 11.00
Pukul 11.15
Pukul 11.20
Pukul 11.30
Pukul 12.00
Pukul 12.15
Pukul 13.00
Pukul 13.10
Pukul 13.15
|
1
|
1. Mengkaji
nyeri secara komprehensif
2. Mengkaji
koping terhadap nyeri
3. Memonitor
vital sign
|
Ds
: - Pasien mengatakan nyeri pada perut
post operasi. Nyeri diperberat bila
bergerak dan berkurang bila
istirahat.
Nyeri dirasakan hilang timbul
- Pasien mengatakan nyeri seperti
cekot-cekot. skala nyeri 2
Do :
Pasien tampak menahan sakit
Ds :
Pasien mengatakan ingin nyerinya segera
sembuh
Do :
Pasien bersedia mengikuti prosedur
tindakan yang dilakukan terutama
managemen nyeri dengan non
farmakologi untuk mngurangi rasa
nyerinya
Ds :
-
Do :
TD = 140/90 mmHg RR = 18 kali/m
Nadi = 86 kali/m Suhu = 38°C
|
Lukman
|
2
|
1. Mengkaji
tanda gejala infeksi
2. Mengkaji
suhu badan klien
3. Mengobservasi
pemeriksaan leukosit
4. Berkolaborasi
dengan dokter pemberian obat antipiretik
|
Ds : Pasien mengatakan nyeri
pada luka
bekas operasi
Do : Terdapat luka post
colecystectomy
Ds : -
Do : Suhu badan 38 ° C
Ds :
Do : Leukosit 15,9 10ˆ3/uL
(Pemeriksaan lab
tgl 11/12/2014)
Ds : -
Do: Pasien diberi obat
paracetamol (PO)
|
||
3
|
1. Memonitor
adanya penurunan BB
2. Memonitor
intake nutrisi
|
Ds : Pasien mengatakan BB
sebelum sakit 60
Kg dan Tinggi badan 164 cm
Do : BB sekarang 50 kg
Ds : Pasien mengatakan makan
hanya habis ½
Porsi
Do : Nafsu makan pasien tampak
berkurang
|
||
Kamis, 18 Desember 2014
Pukul 10.00
Pukul 10.30
Pukul 10.45
Pukul 10.50
Pukul 11.00
|
1
|
1. Mengkaji
nyeri secara komprehensif
2. Memonitor
vital sign
|
Ds : Pasien mengatakan masih
merasakan
nyeri dibagian perutnya. skala nyeri
2
Do : pasien tampak menahan
sakit
Ds : -
Do : TD = 130/90 mmHg Suhu = 37,5 °C
Nadi = 90 kali/menit RR = 20 kali/menit
|
Lukman
|
2
|
1. Mengkaji
tanda gejala infeksi
2. Melakukan
perawatan luka
|
Ds : Pasien mengatakan nyeri
pada luka
bekas operasi
Do : Terdapat luka post
colecystectomy
Ds : -
Do : Luka pasien sudah terlihat
kering, tidak
terlihat kemerahan dan bengkak.
|
||
3
|
1. Memonitor
intake nutrisi
|
Ds : Pasien mengatakan puasa
sejak pagi hari
Do : Pasien rencana operasi
rekonstruksi
bilier pukul 12.00 WIB
|
||
Jumat, 19 Desember 2014
Pukul 17.00
Pukul 17.25
Pukul 18.30
Pukul 18.45
Pukul 18.55
Pukul 19.10
Pukul 20.00
|
1
|
1. Mengkaji
nyeri secara komprehensif
2. Mengajarkan
teknik relaksasi nafas dalam
3. Memonitor
vital sign
|
Ds : Pasien mengatakan nyeri
pada luka post
operasi (rekonstruksi bilier). Nyeri
dirasakan secara terus menerus. Nyeri
seperti ditusuk-tusuk. Skala nyeri 5
Do : Pasien tampak merintih
kesakitan
Ds : Pasien mengatakan dahulu
pernah
diajarkan teknik nafas dalam
Do : Gerakan pasien saat nafas
dalam salah
dan pasien diajarkan cara teknik
nafas
dalam yang benar
Ds : -
Do : TD = 120/70 mmHg Suhu = 38,5 °C
Nadi = 90 kali/menit RR = 24 kali/menit
|
Lukman
|
2
|
1. Mengkaji
tanda gejala infeksi
2. Mengkaji
suhu badan setiap 4 jam
3. Berkolaborasi
dengan dokter pemberian antibiotik atau antipiretik
|
Ds : Pasien mengatakan nyeri
pada luka
bekas operasi
Do : Terdapat luka bekas
operasi laparatomi
rekonstruksi bilier
Ds : Pasien mengatakan badannya
terasa
menggigil
Do : Suhu badan 38,5 °C
Ds : -
Do : Pasien mendapat
paracetamol infus 1000
mg
|
||
3
|
1. Memonitor
intake nutrisi
|
Ds : Pasien mengatakan hanya
minum air
manis saja
Do : Sementara pasien hanya
mendapat diit
air gula
|
EVALUASI
Hari/tgl/jam
|
No.
Dx
|
Evaluasi
|
TTD
|
Rabu, 17 Desember 2014
|
1
|
S
: - Pasien mengatakan nyeri pada perut
post operasi. Nyeri diperberat
bila bergerak dan berkurang bila
istirahat.Nyeri dirasakan hilang
timbul
- Pasien mengatakan nyeri seperti
cekot-cekot. skala nyeri 2
- Pasien mengatakan ingin nyerinya
segera
sembuh
O
: -
Pasien tampak menahan sakit
- Pasien
bersedia mengikuti prosedur tindakan yang dilakukan
terutama
managemen nyeri dengan non farmakologi untuk
mengurangi
rasa nyerinya
- TD
= 140/90 mmHg RR = 18 kali/m
Nadi = 86 kali/m Suhu = 38°C
A :
Masalah belum teratasi
P :
Lanjutkan intervensi : Kaji nyeri, monitor vital sign
|
Lukman
|
2
|
S : Pasien mengatakan nyeri
pada luka bekas operasi
O : - Terdapat luka post
colecystectomy
- Suhu
badan 38 ° C
- Leukosit
15,9 10ˆ3/uL (Pemeriksaan lab tgl 11/12/2014)
- Pasien
diberi obat paracetamol (PO)
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : Kaji
tanda gejala infeksi, lakukan perawatan
luka
|
||
3
|
S : - Pasien mengatakan BB
sebelum sakit 60kg & Tinggi badan 164 cm
- Pasien
mengatakan makan hanya habis ½ porsi
O : - BB sekarang 50 kg
- Nafsu
makan pasien tampak berkurang
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
monitor intake nutrisi
|
||
Kamis, 18 Desember 2014
|
1
|
S : Pasien mengatakan masih
merasakan nyeri dibagian perutnya.
skala
nyeri 2
O : - Pasien tampak menahan
sakit
- TD
= 130/90 mmHg Suhu = 37,5 °C
Nadi = 90 kali/menit RR = 20 kali/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
Lakukan managemen nyeri
|
Lukman
|
2
|
S : Pasien mengatakan nyeri
pada luka bekas operasi
O : - Terdapat luka post
colecystectomy
- Luka
pasien sudah terlihat kering, tidak terlihat kemerahan dan bengkak.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi : Kaji
tanda gejala infeksi, monitor suhu badan,
observasi leukosit
|
||
3
|
S : Pasien mengatakan puasa
sejak pagi hari
O : Pasien rencana operasi
rekonstruksi bilier pukul 12.00 WIB
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
Monitor intake nutrisi
|
||
Jumat, 19 Desember 2014
|
1
|
S : - Pasien mengatakan nyeri
pada luka post operasi (rekonstruksi
bilier). Nyeri dirasakan secara terus
menerus. Nyeri seperti ditusuk-
tusuk. Skala nyeri 5
- Pasien
mengatakan dahulu pernah diajarkan teknik nafas dalam
O : - Pasien tampak merintih
kesakitan
- Gerakan
pasien saat nafas dalam salah dan pasien diajarkan cara
teknik nafas dalam yang benar
- TD
= 120/70 mmHg Suhu = 38,5 °C
Nadi = 90 kali/menit RR = 24 kali/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Motivasi klien untuk selalu
melakukan nafas dalam jika nyerinya
kembali kambuh
|
Lukman
|
2
|
S : - Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas
operasi
- Pasien
mengatakan badannya terasa menggigil
O : - Terdapat luka bekas
operasi laparatomi rekonstruksi bilier
- Suhu
badan 38,5 °C
- Pasien
mendapat paracetamol infus 1000 mg
A : Masalah belum teratasi
P : Lakukan monitoring suhu
badan,leukosit serta tanda gejala infeksi
|
||
3
|
S : Pasien mengatakan hanya
minum air manis saja
O : Sementara pasien hanya
mendapat diit air gula
A : Masalah belum teratasi
P : Monitoring KU dan intake
makan
|
BAB
IV
TELAAH
JURNAL EVIDENCE BASED
“ PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN NYERI
PADA PASIEN PASCA OPERASI DIRUMAH SAKIT DR. M.YUNUS BENGKULU “
A.
Identitas
Klien
Nama : Ny. S
Umur : 50 tahun
Tanggal masuk : 6 Desember 2014
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Margamulya RT 3/ 1 Kec.
Kedungbanteng, Kab. Tegal
Diagnosa Medis : Cholelithiasis dengan bile leakage post
colecystectomy
B.
Data
Fokus
Ny.
S dirawat di ruang Rajawali 2A RSUP Dr Kariadi Semarang dengan diagnosa medis
cholelithiasis dengan bile leakage post colecystectomy. Pasien mengatakan nyeri
pada perut bekas operasi ke 2 (Rekontruksi bilier). Nyeri dirasakan seperti
ditusuk benda tajam. Nyeri dirasakan terus menerus. Skala nyeri 5. Nyeri
diperberat bila pasien bergerak.
C.
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri
berhubungan dengan luka post operasi
D.
Analisa
sintesa justifikasi/ alasan penerapan evidence
based nursing practice
Batu
empedu (Cholelithiasis)
Dilakukan operasi pengambilan batu empedu
(Colecystectomy)
Terjadi
kebocoran empedu (Bile Leak)
Dilakukan operasi ke 2 (Rekonstruksi Bilier)
Distensi
abdomen
Nyeri
Teknik
relaksasi nafas dalam
BAB V
PEMBAHASAN
Menurut The International Association for the study of pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan
dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan.
Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan.
Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa
pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.
Banyak faktor fisiologis
(motivasi, afektif, kognitif dan emosional) mempengaruhi pengalaman nyeri total
pasien. Temuan riset telah mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana
faktor-faktor persepsi, pembelajaran, kepribadian, etnik, budaya dan lingkungan
dapat mempengaruhi ansietas, depresi dan nyeri. Tingkat dan keparahan nyeri
pasca operasi tergantung pada anggapan fisiologi dan psikologi individu,
toleransi yang ditimbulkan untuk nyeri, letak insisi, sifat prosedur, kedalaman
trauma bedah dan jenis agen anestesia dan bagaimana agen tersebut diberikan.
Persiapanpraoperatif yang diterima oleh pasien
(termasuk informasi tentang apa yang diperkirakan juga dukungan penenangan dan
psikologis) adalah faktor yang signifikan dalam menurunkan ansietas dan bahkan
nyeri yang dialami dalam periode pasca operasi (Smaltzer dan Bare, 2002).
Menurunkan nyeri sampai tingkat yang lebih ditoleransi
pernah dianggap sebagai tujuan dari penatalaksanaan nyeri. Namun begitu, pasien
yang menggambarkan nyerinya telah hilang sekalipun, sering melaporkan gangguan
tidur dan jelas tertekan karena nyeri yang dialaminya. Dengan membayangkan efek
yang membahayakan dari nyeri dan penatalaksanaan nyeri yang tidak adekuat,
tujuan yang hanya membuat nyeri dapat ditoleransi telah digantikan oleh tujuan
menghilangkan nyeri. Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik pendekatan
farmakologi maupun non-farmakologi. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan pada kebutuhan
dan tujuan pasien secara individu. Semua intervensi akan berhasil bila
dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih parah dan keberhasilan terbesar sering
dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara simultan (Smaltzer dan
Bare, 2002).
Ketidaknyamanan atau nyeri bagaimanapun keadaanya
harus diatasi, karena kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia, sebagaimana
dalam Hirarki Maslow. Seseorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada
aktivitas sehari-hari dan istirahat serta tidurnya (Petter dan Perry, 2006).
Jika nyeri tidak ditangani secara adekuat, selain menimbulkan ketidaknyamanan
juga dapat mempengaruhi sistem pulmonari, kardiovaskuler, gastrointestinal,
endokrin, imunologik dan stres serta dapat menyebabkan depresi dan
ketidakmampuan. Ketidakmampuan ini mulai dari membatasi keikutsertaan dalam
aktivitas sampai tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi seperti makan dan
berpakaian (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pelaksanaan manejemen nyeri non-farmakologi di
lapangan belum sepenuhnya dilakukan oleh perawat dalam mengatasi nyeri.
Kebanyakan perawat melaksanakan program terapi hasil dari kolaborasi dengan
dokter, diantaranya adalah pemberian analgesik yang memang mudah dan cepat
dalam pelaksanaanya dibandingkan dengan penggunaan intervensi manajemen nyeri
non-farmakologi. Jika dengan manajemen nyeri non-farmakologi belum juga
berkurang atau hilang maka barulah diberikan analgesik. Pemberian analgesik pun
harus sesuai dengan yang diresepkan dokter, karena pemberian analgesik dalam
jangka panjang dapat menyebabkan pasien mengalami ketergantungan.
Pengkombinasian antara teknik non-farmakologi dan
teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri
terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau
bahkan berhari-hari (Smaltzer dan Bare, 2002). Penanganan nyeri dengan teknik
non-farmakologi merupakan modal utama untuk menuju kenyamanan. Dipandang dari
segi biaya dan manfaat, penggunaan manajemen non-farmakologi lebih ekonomis dan
tidak ada efek sampingnya jika dibandingkan dengan penggunaan manajemen nyeri
farmakologi. Selain itu juga mengurangi ketergantungan pasien terhadap
obat-obatan.
Oleh karena itu, salah satu manajemen non-farmakologi
adalah teknik relaksasi nafas dalam, dimana teknik relaksasi ini bermanfaat
mengurangi ketegangan otot yang akan mengurangi intensitas nyeri.
BAB VI
PENUTUP
A. SIMPULAN
Cholelithiasis merupakan
adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam kandung
empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus
(choledocholithiasis).
Kolesistitis (kalkuli/kalkulus, batu empedu)
merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu
(vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi.
Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun
terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia
lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Salah satu keluhan yang paling banyak dialami
oleh pasien cholelithiasis pasca pembedahan (Colecystectomy) adalah nyeri. Oleh
karena itu, salah satu manajemen nyeri non-farmakologi adalah teknik relaksasi
nafas dalam, dimana teknik relaksasi ini bermanfaat mengurangi ketegangan otot
yang akan mengurangi intensitas nyeri.
B. SARAN
Peran perawat dalam
penanganan kolelitiasis mencegah terjadinyakolelitiasis adalah
dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat
untuk klien kolelitiasis harus dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan
kejadian kolelitiasis
DAFTAR
PUSTAKA
Agus, D dan Triyanto, 2004, Manajemen Nyeri Dalam Suatu Tatanan Tim Medis
Multidisiplin Majalah Kedokteran Atma Jaya, Januari, Vol 3,
No 1
Bailey RW,
Zucker KA, Flowers JL, et al. Laparoscopic cholecystectomy experience with
375 patients. Ann Surg. 1991;234:531–41
Cushieri A, Dubois F, Mouiel J, et al. The European
experience with laparoscopic
cholecystectomy. Am J Surg. 1991;161:385–7.
Carpenito, L.J. 2000, Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis, Edisi 6, EGC,
Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Vol 3, EGC, Jakarta.
Gaffar, La Ode Jumadi, 1999, Pengantar Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta.
Guyton and Hall, 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, EGC, Jakarta.
Hidayat, A.A.A. 2005, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta
Indrawati, Emei, 2007, “Pengaruh Pemberian Teknik Distraksi Terhadap Tingkat
Nyeri Pada
Anak Di RSUD dr. R. Koesma Tuban, Skripsi, Program Sarjana Keperawatan,
STiKES Surya Global : tidak diterbitkan
Woods MS,
Traverso LW, Kozarek RA, et al. Characteristics of biliary tract complications
during
laparoscopic cholecys tectomy: a multi-institutional study. Am J Surg.
1994;167:27–33.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar